Bersyukur banget, pagi ini saya dapat rezeki berupa nasihat dan hikmah yang bermakna dari bapak penjual kopi yang pensiunan di salah satu perusahaan swasta. Saat ngopi pagi tadi, banyak hal yang dia ceritakan tentang dirinya, dari kerja hingga pensiun.
Sambil ngobrol hangat, si bapak berpesan, “Mas, silakan kerja apapun. Tapi nanti bila sudah dianggap sukses atau mulai dipanggil bos oleh teman harus tetap ngopi di tempat sederhana begini” katanya. Mau jadi dokter, jenderal, ustadz, profesor, ketua yayasan, kepala sekolah, apapun yang populer atau merasa profesi hebat maka jangan gengsi untuk sering-sering bersihkan kamar mandi, buang sampah, jalan kaki, bacakan anak buku, makan seadanya atau main ke rumah orang yang kurang mampu.
Kenapa begitu Pak? tanya saya. Si bapak penjual kopi pun menjawab. Karena itu semua dapat menghilangkan sifat angkuh atau sombong. Sebab kebanyakan manusia ketika sudah berada di atas, biasanya mereka mulai lupa dan punya sifat sombong. Merasa paling dan gengsinya luar biasa.
Saya pun terdiam sambil menyeruput kopi lagi. Masya Allah, ini nasihat buat saya dan ucapan seorang pensiunan yang sangat bermakna.
Ternyata memang benar. Bahwa sifat merasa lebih mulia dari orang lain, lebih baik dari yang lain, biasanya akan mengantarkan seseorang jadi ujub. Lalu, memandang orang lain jadi rendah. Terlalu gampang dibujuk setan untuk bangga diri dan sombong. Dan bahanya lagi, semakin tinggi tingkat kesombongan kita, maka semakin sulit pula untuk mengakui dan mengoreksinya. Merasa sudah setinggi langit.
Masih kata si bapak. Jika sombong karena materi mungkin kita gampang melihat dan merasakannya. Tapi bila sombong karena pangkat, jabatan, ilmu apalagi sombong karena kebaikan yang sangat sulit dilihat orang maka hati-hati. Sombong itu penyakit hati yang gampang hinggap di hati dan pikiran manusia. Cek saja di sekeliling kita.
Siapa saja dan apapun statusnya, bisa sombong. Jangankan orang awam, benih-benih kesombongan itu bisa muncul dalam diri seorang jenderal, bos, ustadz, dan siapa saja tanpa mereka sadari. Jadi jangan sombong, biasa-biasa sajalah di dunia ini. Toh, “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji debu. (HR. Muslim).
Si bapak masih lanjut bernasihat ke saya. Orang sombong itu biasa membanggakan dirinya sendiri. Memamerkan segala hal yang dia punya agar terlihat hebat di mata orang lain. Bahkan, tak jarang orang sombong juga memandang rendah orang lain. Jadi Mas, katanya. Jangan sombong dengan apa yang dimiliki karena tidak ada jaminan itu akan bertahan lama. Maka jangan terlalu tinggi mengangkat kepala, karena besok bisa saja kita tertunduk.
Karena hari sudah siang dan kopi saya sudah habis. Maka saya pun beranjak pergi, sambil berucap Alhamdulillah atas nasihat di bapak penjual kopi. Sambil membatin saya pun berucap, “Alhamdulillah saya masih mau bersosial di taman bacaan, mengurus anak-anak yang bukan tanggung jawab saya sambil menjalankan motor baca keliling sekalipun rintik hujan. Karena itulah, saya masih diingatkan untuk tidak sombong, tetap apa adanya dan selalu bersyukur atas apa yang saya punya. Insya Allah, saya akan tetap istikomah di taman bacaan sebagai ladang amal dan “warisan” kebaikan untuk umat.
Ahh, benar banget sih. Jangan sombong dengan apapun yang dipunya karena Allah bisa kapan saja mengambilnya dalam sekejap mata. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka