Saat melihat video viral di WA, saat siswa SMP yang “sok jagoan” memukuli habis-habisan kawannya sendiri. Alhamdulillah, akhirnya sudah ditangkap polisi (konon terjadi di Cilacap). Pelaku memukul, menendang berulang kali sampai korban terpental ke lapang voli. Itulah bullying alias perundungan. Melihat video itu, sangat jelas dunia pendidikan tidak sedang baik-baik saja.
Baru kemarin (26/9/2023), masih gres, siswa SD kelas VI di Petukangan Utara Jakarta terjun dari lantai 4 sekolahnya, hingga meninggal dunia. Pihak keluarga bilang peristiwa itu terjadi akibat bully teman-temannya. Tapi dinas pendidikan menyangkal bukan bully. Masih kemarin lagi, siswa MA Yasua di Demak tidak terima diberi nilai jelek, lalu gurunya dibacok. Entah kenapa, pendidikan kok jadi menakutkan?
Hari ini, masih banyak orang atau pejabat yang “tutup mata” atas realitas. Fakta dan data sering dibaikan. Masih banyak anak putus sekolah tapi cuek. Masih ada yang buta huruf tapi diam saja. Giliran ada perlombaan, apalah namanya, semuanya di-seting seolah-olah bagus dan berhasil. Laporannya bagus-bagus, argumentasinya pintar-pintar. Tapi semua “rekayasa” dan tidak seperti aslinya.
Suatu kali, saya pun pernah berdiskusi dengan kawan. Dia tidak suka bila saya menyampaikan data apa adanya. Pikirannya dia, urusan kerjaan, sebaiknya sampaikan data yang bagus-bagus. Sementara saya sebaliknya, asal berdasar data dan fakta. Sajikan apa adanya. Karena mind set saya di data. Data sejelek apapun sajikan, omong apa adanya. Jangan hanya bagus di atas kertas, di seminar dan diskusi. Tapi faktanya di lapangan sangat bobrok. Jadi, apapun sajikan saja apa adanya.
Sebagai pendidik dan orang pendidikan, data dan fakta itu soal integritas. Bahwa pendidikan ada masalah, akui dulu dan perbaiki segera. Jangan buru-buru menyangkal, apalagi membelokkan esensi persoalan. Biarkan data yang bicara, mau bagus atau jelek ya ditampilkan. Terserah, orang mau senang atau tidak senang. Bicara apa adanya, tanpa rekayasa. Itulah tugas pendidikan, logika dipakai untuk edukasi dan mempromosikan data. Bukan hanya membangun kecerdasan yang sifatnya kamuflase. Untuk apa sekolah, bila akhirnya hanya untuk mem-bully atau menganiaya orang lain?
Kenapa takut bicara apa adanya? Kenapa menghindar dari data dan fakta yang harusnya disajikan? Kok aneh, pendidikan justru jadi menakutkan seperti sekarang. Doyannya “Asal Bapak Senang – ABS”. Semuanya serba takut, akhirnya hati nurani dan logika hilang. Terus jika sudah menelan korban, baru pada “cuci tangan”.
Pendidikan itu nggak boleh menakutkan. Menyajikan data dan fakta itu adalah cinta. Pendidikan dengan cinta itu “katakan yang sebenarnya”. Bukan belajar untuk merekayasa cerita. Apalagi hanya bergosip dan bergibah yang nggak ada gunanya. Untuk apa pendidikan bila jadi menakutkan? Pendidikan yang malah membuat anak didik jadi arogan dan mengkerdilkan logika. Sangat salah bila pendidikan hanya menghasilkan doktrin baik di ruang kelas. Tapi bobrok di fakta dan data.
Harusnya cinta itu basisnya pendidikan. Karena cinta berani mengungkap fakta dan data. Berani menyatakan apapun yang tidak perlu ditakuti. Jangan takut omong apa adanya. Karena nasib kita bukan di tangan atasan, apalagi orang lain. Tapi di tangan Tuhan, itu pun kalau percaya.
Di TBM Lentera Pustaka, pendidikan itu cinta. Membaca itu hati. Apa adanya itu logika. Agar selalu sibuk mencintai hidup, untuk berbuat yang baik dan bermanfaat. Sehingga lupa untuk takut dan membenci. Jauhi pendidikan yang menakutkan. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka