Salah satu keberhasilan pembangunan dan kondisi ekonomi yang semakin baik adalah meningkatknya daya beli masyarakat. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi, pembangunan infrastruktur yang kian maju, bahkan tingkat konsumsi dan gaya hidup masyarakat pun melesat. Nah, dampak yang terkadang tidak disadasri dari membaiknya kondisi ekonomi adalah usia harapan hidup (UHH) yang kian meningkat.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usia harapan hidup (UHH) orang Indonesia meningkat menjadi 72,4 pada tahun 2035 nanti. Jumlahnya diprediksi mencapai 48,2 juta jiwa atau sekitar 15,8% dari total penduduk Indonesia. Inilah yang disebut transisi menuju struktur penduduk tua (ageing population). Penduduk tua atau lansia yang berarti sudah pensiun usianya kira-kira mulai dari 60 tahun hingga 80 tahun ke atas. Ini berarti proyeksi penduduk tua atau pensiunan di Indonesia akan terus meningkat.
Sayangnya, bertambahnya penduduk tua tidak diimbangi tingkat kesejahteraan hari tua atau pensiunan yang memadai. Karena saat ini, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan alias tidak berdaya secara ekonomi. Bahkan survei terbaru menyebut 1 dari 2 pensiunan masih bekerja. Bahkan 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap untuk memasuki masa pensiun. Kondisi ini terjadi akibat tidak tersedianya dana yang cukup membiayai kebutuhan hidup di hari tua. Banyak pekerja belum sadar atau tidak mau memiliki program pensiun untuk mempersiapkan hidup nyaman dan Sejahtera di hari tua, di masa pensiun.
Mungkin kita sepakat, bahwa urusan pensiun bukan hanya soal mental, kesehatan atau spiritual. Tapi juga soal ekonomi alias ketersediaan dana untuk masa pensiun. Uang memang bukan segalanya. Tapi uang punn tidak mengenal usia, tua atau muda tetap membutuhkan uang untuk membiayai hidupnya. Nah bila tidak siap uang saat pensiun, bukan tidak mungkin berakibat 1) menjadi miskin di hari tua, 2) tidak mampu mempertahankan daya beli di masa pensiun, dan 3) akhirnya merepotkan anak atau orang lain. Sementara rata-rata usia pensiun dari pekerjaaan berada di 55 tahun, sementara usia harapan hidup (UHH) di 72 tahun. Maka, ada 17 tahun masa kehidupan yang harus dijalani pensiunan atau lansia. Dan pasti membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Atas dalih meningkatnya komposisi penduduk tua (ageing population), maka peran dana pensiun menjadi penting. Untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup di hari tua atau keberlanjutan penghasilan di saat pensiun. Untuk itu, pemerintah perlu mengoptimalkan peran dana pensiun atau program pensiun yang ada. Salah satu caranya adalah mensosialisasikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) tertentu untuk menyelenggarakan program pensiun Iuran pasti (PPIP). Untuk mencapai kesejahteraan di masa pensiun atau hari tua.
DPLK sangat diperlukan pekerja di hari tua untuk menutupi biaya hidup yang semakin tinggi, di samping untuk mempertahankan gaya hidup . Setidaknya DPLK berguna untuk 1) pekerja, sebagai program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagai kesinambungan finansial saat pensiun atau hari tua dan 2) pemberi kerja sebagai realisasi komitmen pemberi kerja untuk memenuhi kewajiban imbalan pascakerja (uang pesangon) bagi para pekerjanya. Melalui DPLK, ada tiga manfaat utama yang bisa diraih yaitu 1) adanya pendanaan yang pasti untuk hari tua atau masa pensiun, 2) adanya hasil investasi yang optimal selama menjadi peserta, apalagi dalam jangka panjang, dan 3) adanya fasilitas perpajakan saat pembayaran manfaat pensiun sesuai regulasi yang berlaku.
Penduduk tua kian meningkat, dana pensiun belum minat. Kok bisa? Saat usia tua terus meningkat, jangan sampai persiapan untuk masa pensiun diabaikan. Untuk itu, dana pensiun harus mengambil peran lebih besar untuk edukasi dan literasi pentingnya dana pensiun bagi pekerja yang akan memasuki usia pensiun. Karena urusan pensiun sama pentingnya dengan urusan pekerjaan. Sebab pensiun bukan “gimana nanti” tapi “nanti gimana”. Kerja YES, Pensiun OKE. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #PDPLK #EdukatorDanaPensiun