Selain keinginan dan emosi, perilaku manusia sejatinya dilandasi oleh dan pengetahuan. Banyak yang bilang, hidup itu adalah kegelapan jika tanpa ada keinginan dan emosi. Tapi keinginan dan emosi pasti buta tanpa pengetahuan. Dan pengetahuan pada akhirnya akan hampa dan sia-sia bila tidak disertai cinta.
Leo Tolstoy dalam bukunya “Pengakuan” (The Confession), ternyata menyebut tidak semua pengetahuan bernilai sama. Pengetahuan yang paling penting bukanlah sekadar fakta-fakta atau informasi yang bersifat dangkal, melainkan pengetahuan yang membimbing kita dalam mengambil keputusan, bersikap, dan membentuk arah hidup kita. Rasa tahu yang berujung pada kebijaksanaan. Tentang pemahaman yang berakar dalam nilai-nilai, makna, dan tujuan hidup itu sendiri. Pengetahuan yang tidak sekadar dibagi ke orang lain. Tapi yang bermakna untuk dirinya sendiri.
Masih kata Tolstoy, hidup yang bermakna tidak cukup dibangun dari banyaknya informasi yang kita kuasai. Melainkan dari bagaimana kita menggunakan pengetahuan itu untuk hidup dengan lebih benar, lebih adil, dan lebih penuh cinta kasih. Pengetahuan yang mengajak kita untuk selalu bertanya: apakah yang saya pelajari ini membantu saya menjadi manusia yang lebih baik? Jika tidak, maka mungkin pengetahuan itu hanya sekadar beban pikiran, bukan sesuatu yang memperkaya jiwa dan hati nurani.
Siapapun boleh belajar, siapapun sangat mungkin punya pengetahuan. Tapi pendidikan sejati tidak berakhir di ruang kelas, pengetahuan pun tidak berhenti pada buku-buku tebal yang dibaca. Karena pendidikan adalah perjalanan batin untuk menemukan bagaimana seharusnya kita hidup. Pengetahuan yang mengajak diri untuk mencari terus-menerus akan kebenaran yang tidak hanya dipikirkan, tetapi juga dilalukan. Pengetahuan yang mampu mengubah niat baik jadi aksi nyata.
Agar suatu saat nanti, kehidupan yang baik akan tercipta akibat dibimbing oleh pengetahuan dan diilhami oleh cinta. Jadilah literat!