Biaya dan kebutuhan hidup di masa pensiun sering kali dianggap lebih ringan karena tidak lagi bekerja. Tapi kenyataannya, bisa jadi sama atau bahkan lebih besar dari masa bekerja. Tergantung pada gaya hidup, beban keluarga, an factor Kesehatan di hari tua. Biaya hidup di masa pensiun, lazimnya menyangkut kebutuhan dasar sehari-hari, seperti makan dan minum, biaya listrik, air, internet, dan kebutuhan rumah tangga bulanan ditambah gaya hidup (bila ada).
Nah pertanyaannya, berapa kebutuhan biaya hidup per blan setelah pensiun? Berdasarkan hasil survei bertajuk “Biaya Hidup Per Bulan Setelah Pensiun” pegawai swasta di Jabodetabek (Mei 2025) yang dilakukan Syarifudin Yunus, edukator Dana Pensiun DPLK SAM dan melibatkan 20 pensiunan pegawai swasta (tanpa beban anak lagi) dengan rata-rata gaji terakhir Rp. 10 juta per bulan (saat bekerja), maka diperoleh data besaran biaya hidup per bulan terdiri dari: 1) makan Rp. 2.700.000, 2) belanja bulanan Rp. 800.000, 3) air + listrik Rp. 600.000, 4) internet Rp. 200.000, 5) gaya hidup Rp. 300.000, 6) asuransi kesehatan Rp. 500.000, dan lain-lain Rp. 500.000. Tidak ada lagi biaya transportasi karena sudah tidak bekerja. Maka total kebutuhan biaya hidup pensiunan pegawai swasta adalah Rp. 5.600.000 (lima juta enam ratus rebut rupiah) per bulan. Angka tersebut sama dengan 56% dari gaji terakhir saat di pensiunan masih bekerja.
Lalu, berapa tingkat kemampuan para pensiunan pegawai swasta memenuhi biaya hidup setiap bulannya? Sekalipun tidak dirinci, para pensiunan pegawai swasta menyampaikan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup bulanan secara rata-rata sebesar 20%-30% (antara Rp. 1.120.000 s.d. 1.680.00) dari Rp. 5.600.000 per bulan. Bisa jadi, dana tersebut diperoleh dari uang pesangon pensiun yang diperoleh saat pensiun (baik dari kantor tempat bekerja atau dana pensiun). Survei ini tidak menjelaskan, berapa lama uang pesangon pensiun yang dimiliki “dapat bertahan” untuk memenuhi kebutuhan biaya hidup. Apa untuk 5 tahun atau 10 tahun setelah pensiun?
Mengacu pada survei “Biaya Hidup Per Bulan Setelah Pensiun” pegawai swasta di Jabodetabek, dapat dikatakan para pensiunan pegawai swasta memiliki kekurangan biaya hidup bulanan antara Rp. 3.920.000 (setara 70% dari kebutuhan) s.d. Rp. 4.480.000 (setara 80% dari kebutuhan). Artinya, pensiunan pegawai swasta memiliki kekurangan biaya hidup sekitar 70%-80% dari kebutuhannya. Patut dipahami, survei ini tidak mengungkap dari mana kekurangan biaya hidup itu diperoleh? Apa bekerja lagi atau mengandalkan bantuan finansial dari anak-anaknya.
Pensiunan pegawai swasta adalah mantan pekerja di sektor swasta yang telah memasuki usia pensiun dan menerima manfaat pensiun, baik dari perusahaan tempat mereka bekerja maupun dari program pensiun yang diikuti. Umumnya, pegawai swasta di Jabodetabek pensiun di usia 55 tahun dan lazimnya memiliki program JHT BPJS.
Bila dikonversi ke formula Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) atau replacement rate, yaitu jumlah penghasilan yang “layak” diterima oleh seseorang setiap bulan setelah pensiun dari pekerjaan, biasanya berasal dari dana pensiun atau tabungan yang dikumpulkan selama masa kerja. Maka, TPP pensiunan pegawai swasta di Jabodetabek berada di kisaran 20%-30% dari kebutuhannya. Masih di atas TPP aktual di Indonesia yang hanya 10%-15% dari gaji terakhir. Kondisi ini di bawah dari TPP rekomendasi ILO sebesar 40% dari gaji terakhir atau TPP rata-rata negara OECD sebesar 60% dari gaji terakhir.
“Saya lakukan survei kebutuhan biaya hidup per bulan setelah pensiun agar tahu kebutuhan aktual biaya hidup pensiunan pegawai swasta, berapa besarannya? Karena selama ini tidak ada data yang signifikan. Sampel survei ini juga belum memadai, tapi setidaknya kita tahu berapa kekurangan biaya hidup yang dialami pensiunan pegawai swasta. Maka solusinya, pegawai swasta harus punya dana pensiun sukarela. Agar bisa hidup layak di masa pensiun” ujar Syarifudin Yunus, edukator dana pensiun DPLK SAM yang juga Humas ADPI (Asosiasi Dana Pensiun Indonesia) dan kini sering meneliti soal dana pensiun.
Dari tahun ke tahun, biaya hidup pasti akan semakin meningkat. Bahkan kebutuhan hidup di masa pensiun pun semakint beragam dan kompleks. Apalagi sekalipun sudah tidak lagi bekerja dan tida punya gaji lagi, biaya hidup tetap ada. Oleh karena itu, penting merencanakan pensiun dengan proyeksi kebutuhan yang realistis, bukan sekadar menabung secara asal-asalan. Setiap pegawai swasta harus mulai #sadarpensiun, mau gimana dan seperti apa di hari tua?
Maka sebagai solusinya, pegawai swasta yang masih aktif bekerja harus mulai memikirkan masa pensiunya. Caranya dengan menabung dan menjadi peserta DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) sebagai program pensiun yang dirancang untuk hari tua, saat tidak bekerja lagi. Kerenanya, edukasi dan kemudahan akses DPLK secara digital menjadi sangat diperlukan. Tapi hari ini, di mana pegawai swasta bisa membeli DPLK secara digital?
Sudah saatnya pegawai swasta berani menyiapkan masa pensiunnya sendiri. Jangan bangga sebatas punya gaya hidup pada saat bekerja. Tapi pikirkan akan seperti apa pada saat pensiun, saat tidak punya gaji lagi? Agar kerja yes, pensiun oke. Salam #SadarPensiun #PenelitianDanaPensiun #EdukasiDPLK #DPLKSAM