Dunia sepakbola Indonesia patut berduka. Akibat tragedi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Arema FC kalah dari Persebaya, 2:3. Lalu penonton, turun ke lapangan. Hingga terjadi kekacauan yang melibatkan ribuan orang. Sangat disayangkan, menelan korban 127 orang meninggal dunia, termasuk polisi. Bahkan kini, 180-an supporter masih dirawat dan 13 mobil dirusak.
Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi-Nya, amiin. Mungkin, ini tragedi sepakbola terbesar di Indonesia sepanjang sejarah. Sepakbola yang ternoda, olahraga yang tercederai. Kekacauan dan sikap tidak sportif pun telah melanggar 4 prinsip olahraga yang harus 1) Baik, 2) Benar, 3) Terukur, dan 4) Teratur (BBTT). Lebih dari itu, Liga 1 Indonesia pun dihentikan sementara. Belum lagi potensi sanksi dari FIFA. Aksi olahraga yang memprihatinkan kok masih diperagakan di negeri ini.
Namanya olahraga ya ada menang ada kalah. Siapa pun penggemar sepakbola, pasti tahu. Bila melihat liga sepakbola di Eropa, mau bermain se-emosi apapun di lapangan tidak ada yang berakhir ricuh. Apalagi suporter atau penonton, justru begitu fanatis. Sepanjang pertandingan bernyanyi dan menyemangati tim pujannya. Tapis sikap sportif tetap dijunjung tinggi. Kalah tidak emosi, menang pun tidak jumawa. Sekali lagi, namanya olahraga. Selain bersifat kompetisi, sekaligus jadi hiburan.
Belajar dari kejadian tragedi sepakbola “Kanjuruhan” Malang yang menelan ratusan korban meninggal dunai. Sudah sepatutnya, semua insan olahraga di Indonesia untuk mengambil hikmahnya. Berbenah dan memperbaiki diri agar tidak terulang lagi. Sangat disayangkan, olahraga atau sepakbola yang harusnya bisa mengajarkan sikap sportif justru jadi “ladang” sikap anarkisme yang berlebihan.
Bercermin dari realitas itu, sangat mendesak semua insan olahraga seperti pemain, supporter, penyelenggara dan induk organisasi olahraga untuk merevitalisasi sekaligus edukasi kembali akan pentingnya literasi sepakbola. Suporter tidak cukup hanya bermodalkan fanatisme. Saat menonton pertandingan, siapapun harus bersikap:
- Menjunjung tinggi sikap sportivitas. Bersifat ksatria dan mau menerima kekalahan, utamanya saat menjadi tuan rumah.
- Berani menerima kekalahan. Sebagai pembelajaran dan motivasi untuk memperbaiki diri dan berlatih lebih optimal.
- Bertindak tidak anarkis di lapangan atau stadion. Agar tidak menelan korban jiwa atau merusak fasilitas publik yang sangat merugikan.
- Saling mengingatkan antar supporter untuk tidak melanggar aturan dan jiwa sportivitas olahraga. Tidak perlu emosi yang berlebihan.
- Jangan merusak dan melukai siapapun di olahraga. Jadikan olahraga sebagai hiburan dan ajang membangun kekompakan yang positif. Bukan malah destruktif apalagi hingga hilang nyawa dengan mudahnya.
Literasi olahraga di Indonesia memag masih “jauh panggang dari api”. Tapi siapapun harus sadar untuk kembali menjunjung tinggi sikap sportif di lapangan, saat berkompetisi. Olahraga apapu, harus tetap menjunjung tinggi 4 prinsip utama yaitu, baik, benar, terukur, dan teratur. Tidak boleh ada anarkisme di lapangan, tidak boleh ada tindakan yang menodai sportivitas.
Jadilah suporter yang literat di setiap pertandingan. Maju terus olahraga Indonesia. Salam literasi