Seorang kawan yang belum paham bertanya, emang elo dapat apa sih di taman bacaan? Jujur saja, itu pertanyaan sederhana namun sulit untuk menjawabnya. Apalagi di era yang serba materialis, segala sesuatu harus dilihat dari untung ruginya. Bila ada untungnya dikerjakan. Bila rugi ya buat apa dikerjakan. Sementara di taman bacaan yang sifatnya sosial dan pengabdian, gimana cara menjawab pertanyaan itu. Sungguh, sangat sulit untuk menjawab. Emang elo dapat apa di taman bacaan?
Di taman bacaan, siapapun tidak akan dapat apa-apa. Tidak ada untungnya berkiprah di taman bacaan bagi yang belum memahaminya. Tapi tidak ada ruginya pula mengabdi di taman bacaan bagi yang paham arti pentingnya. Taman bacaan adalah jalan pengabdian, tempat untuk memuliakan diri dan orang lain. Bahkan bagi saya, taman bacaan adalah “legacy” atau warisan yang akan saya tinggalkan kelak. Maka berkiprah di taman bacaan sangat sulit bagi yang orientasinya masih dunia. Karena belum kelar dengan diri sendiri.
Setiap akhir pekan, saya berada di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Hanya untuk membimbing dan memotivasi anak-anak yang membaca buku, menemani aktivitas berantas buta aksara, bahkan menjadi “driver” motor baca keliling. Tidak ada uangnya, tidak ada untungnya pula. Bahkan harus siap uang sendiri, minimal untuk makan dan bensin. Jadi, sangat jelas tidak dapat apa-apa di taman bacaan. Tapi saat berada di taman bacaan, saya mendapat kepuasan batin yang tidak ternilai harganya. Untuk bersyukur, masih diberi kesempatan berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain walaupun hanya melalui buku-buku bacaan.
Di taman bacaan, nyata terjadi, ada ucapan yang menenangkan dan perbuatan yang membesarkan hati orang lain. Anak-anak yang terancam putus sekolah, disemangati agar tetap lanjut sekolah. Anak-anak kampung yang antusias karena punya tempat membaca. Ibu-ibu buta huruf yang kini tersenyum karena bisa membaca dan menulis. Orang tua yang jadi punya aktivitas positif di hari Minggu. Ada yang belajar computer, ada yang bermain, ada yang dimotivasi. Bahkan saat Motor Baca KEliling (MOBAKE) tiba di suatu kampung, anak-anak lari dan berebut memilih buku bacaan. Hanya panorama itu yang ada di taman bacaan. Sungguh, tidak dapat apa-apa di taman bacaan.
Khusus bagi saya di TBM Lentera Pustaka, taman bacaan adalah ruang belajar. Belajar untuk menekan ego, menerima realitas, dan tetap konsisten menebar manfaat kepada orang lain. Sejak di taman bacaan, saya tidak lagi suka membuang waktu untuk hal yang sia-sia. Bahkan saya memilih pergaulan sebatas untuk kegiatan yang positif dan bermanfaat. Dan yang paling penting, saya belajar untuk tidak menyepelekan sesuatu. Karena buku-buku bacaan yang tadinya saya anggap sepele. Ternyata, begitu sangat diinginkan bagi anak-anak kampung yang selama ini tidak punya akses bacaan. Hanya buku-buku tapi nilai batiniah-nya begitu luar biasa.
Dan di taman bacaan, saya pun belajar. Ada orang yang sangat mudah melangkahkan kaki untuk mengabdi di taman bacaan. Tapi ada pula orang-orang yang begitu berat kakinya melangkah ke tempat perbuatan baik. Seperti melangkah ke masjid, ada yang berat ada yang mudah. Sekalipun taman bacaan menjadi “ladang amal” bagi semua orang. Tapi faktanya, tidak semua orang mau menjadi taman bacaan tempat beramal. Pelajaran moral itulah yang saya dapat dari taman bacaan.
Dan terakhir, di taman bacaan, saya dan siapapun selalu dilatih untuk mempertahankan komitmen dan konsistensi. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat, atas alasan apapun. Sambil tetap ikhlas dan bersyukur atas karunia-Nya. Jadi, elo dapat apaan di taman bacaan? Jawab saja sendiri. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TamanBacaan