Heboh terjadi di negeri ini kemarin. Ketika keluarga Akidi Tio berfose menyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19. Ternyata itu “prank”. Alias sumbangan bodong. Tidak nyata dan akhirnya anak pengusaha itu pun jadi tersangka. Akan diproses hukum. Mungkin ada banyak tafsir tentang hal kejadian itu. Tergantung pada sudut pandang masing-masing.
Berani berbuat maka berani bertanggung jawab.
Itulah hikmah yang bisa dipetik dari kejadian “prank” 2 T itu. Maka siapa pun harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Tanggung jawab itu bukan hanya risiko. Tapi juga sebuah pilihan. Karena saat tanggung jawab itu muncul, maka di depannya ada keputusan yang diambil. Maka bila berani berbuat, harus berani pula menerima konsekuensinya.
Jadi tidak ada yang salah dengan perbuatan atau keputusan, Asal diikuti keberanian untuk bertanggung jawab. Jangan berbuat apapun bila tidak berani bertanggung jawab. Itu pun sebuah pilihan.
Seperti perbuatan di taman bacaan. Siapa pun, pegiat literasi yang berani berkiprah di taman bacaan tentu ada risikonya. Ada konsekeuensinya. Bertanggung jawab atas aktivitas giat membaca dan gerakan literasi yang dirintisnya. Mulai dari menyediakan buku-buku bacaan, mengkoordinir anak-anak yang mau membaca. Bahkan dituntut komitmen dan konsistensi yang luar biasa dalam mengelola taman bacaan. Itulah tanggung jawab di taman bacaan.
Tentu, untuk mencapai tujuan taman bacaan sangat dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan. Berkorban tenaga, pikiran, waktu, bahkan uang. Berjuang untuk tetap eksis dan bertahan di tengah gempuran era digital. Bahkan berhadapan dengan “suka duka” saat membangun perilaku membaca dan peradaban masyarakat. Tapi dengan jiwa sepenuh hati, insya Allah taman bacaan pada akhirnya mampu menjadi “ladang amal” semua pihak.
Tapi di balik itu semua, taman bacaan dan pegiat literasi. Tentu tidak bisa menyenangkan semua orang. Tidak mungkin meng-entertain semua pihak. Selalu saja ada yang bersyukur, ada yang senang. Namun ada pula yang sinis lagi nyinyir karena tidak ingin taman bacaan maju. Tidak suka anak-anak dan masyarakat lebih literat. Itu semua adalah risiko dan konsekuens yang ada di taman bacaan.
Di taman bacaan, jangan biarkan orang lain menghalangi niat dan ikhtiar baik Anda. Jangan takut sudah atau jatuh di taman bacaan. Karena itu hanya bagian dari proses menuju masyarakat literat. Teruslah berusaha dan berjuang. Karena hasil tidak akan pernah mengkhianati proses.
Pintar-pintalah menjaga perasaan, semangat, dan motivasi di taman bacaan. Itulah tanggung jawab siapa pun yang peduli taman bacaan. Pastinya, selalu saja ada orang yang bertekad menghalangi tujuan besar gerakan literasi. Namun penting dicermati. Bahwa orang lain itu tidak akan mau bertanggung jawab atas apa yang dilakukan di taman bacaan. Maka the show must go on. Apalagi orang-orang itu sama sekali tidak membantu, dan tidak berkontribusi apa pun di taman bacaan.
Berani berbuat berani tanggung jawab. Berani menanam berani memanen. Berani bicara harusnya berani melakukannya. Berani mengungkap masalah pun harus berani memberi solusinya. Itulah sikap tegas di taman bacaan, sikap militant pegiat literasi. Agar pengorbanan dan perjuangan menjadi tuntas. Seperti mahasiswa, berani memulau maka harus berani menakhirinya. Alias lulus dan meraih gelar sarjana.
Itulah spirit hidup yang bisa dipetik dari taman bacaan.
Berani berbuat berani bertanggung jawab. Bila berani berdiskusi maka harus bertumpu ada solusi bukan masalah. Karena di taman bacaan, siapa pun belajar. Bila mampu saling menghargai, mengapa memilih untuk saling menentang? Bila ingin dihormati, mengapa tidak mampu menghormati?
Literat itu harus diperjuangkan. Untuk lebih sederhana dalam bertindak dan keluar dari kekacaan. Untuk menempuh harmonis daripada perselisihan. Dan tetap optimis di kala banyak orang pesimis. Bersyukur atas apa yang ada, itu pun tanggung jawab. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #TanggungJawabSosial