Haters, dalam bahasa Indonesia artinya para pembenci. Memang tidak mudah meredam para haters. Karena tidak satupun orang yang mampu mengontrol orang lain. Tapi para haters biasanya berjuang keras untuk mengontrol orang-orang yang dibencinya. Begitulah cara kerja haters yang harus diwaspadai.
Haters ada di mana-mana, apalagi di media sosial. Sekumpulan orang yang memberikan komentar negatif tentang orang yang dibencinya. Bila perlu hoaks dan fitnah pun bisa “dibuat” haters untuk siapapun yang dibencinya. Bertundak benar saja, haters tetap mencari salahnya. Apalagi bila salah, wow, haters justru punya alasan untuk terus mengkritik dan membencinya. Hebatnya di media sosial, haters ternyata tidak hanya bekerja untuk kalangan publik figur atau artis. Tapi lebih dari itu, orang-orang biasa pun punya banyak haters. Karena syaratnya sederhana, asal benci.
Di era sekarang, makin banyak yang orang yang menjadikan medsos untuk menjatuhkan nama baik orang lain. Menghujat, menyindir, hingga mencibir apapun yang dilakukan orang yang dibencinya. Atas nama kebenaran subjektif, haters selalu melancarkan sindiran dan nyinyiran di medsos. Tujuannya sederhan, memancing para pembenci lainnya untuk meramaikan lalu membenarkan postingan si haters.
Dalam berbagai literatur, cara kerja haters persis sama dengan kebiasaan orang-orang di masa jahiliyah. Bila ingin menjatuhkan seseorang, maka mereka akan mengarang syair hujatan di depan umum. Sehingga orang-orang yang sedang berkumpul akan menyoraki dan menertawakan. Untuk mempermalukan orang yang dibencinya. Di Zaman jahiliyah, haters tidak hanya menyebah berhala dan percaya tahayul. Tapi gemar berbuat maksiat, suka berkelahi dan berperang, tidak menghargai sesama. Bdayanya hanya untuk kesenangan pribadi dan memuaskann hawa nafsu pribadi. Cukup mirip perbuatan haters di medsos dengan masyarakat jahiliyah. Maka hati-hatilah.
Jangankan manusia biasa, Nabi Muhammad SAW pun tidak lepas dari ancaman haters. Saat tokoh-tokoh musyrik di Mekkah memanggil Hasan bin Tsabit, penyair yang paling tajam kata-katanya dan diberikan bayaran mahal. Asal bisa menghujat Nabi di depan umum. Pada hari yang ditentukan, Hasan bin Tsabit pun bersia di tepi jalan yang biasa dilewati Nabi. Orang-orang musyrik sudah berkumpul dan bersiap sorak-sorai apabila Hasan, mulai menyindir Nabi. Hingga waktunya tiba, Nabi pun berjalan melewati jalan tersebut. Untuk kali pertama, Hasan melihat sosok sang Nabi. Untuk mencari kekurangannya, entah dari postur tubuhnya, paras wajahnya, atau caranya berjalan. Atau apapun yang bisa dihujat dan dihina. Lalu apa yang terjadi? Ternyata, Hasan tidak kunjung membuat syari sindiran. Ia hanya terbelalak dan terpana melihat Nabi. Orang-orang musyrik pun sudah menunggu-nunggu untuk sorak-sorai. Tapi akhirnya semua sia-sia saja, karena Hasan sama sekali tidak menemukan kekurangan pada diri Nabi Muhammad SAW.
Akhirnya, Hasan bin Tsabit pun memutuskan untuk mengembalikan seluruh bayaran yang diterimanya. “Maaf saya tidak bisa melihat satupun kekurangan pada orang yang bernama Muhammad itu. Sebaliknya yang saya lihat dirinya memancarkan kesempurnaan, seolah-olah matahari ada di wajahnya!“. Tidak disangka, konspirasi kaum musyrik berbalik 180 derajat. Mereka yang merasa malu karena rencananya gagal. Bahkan Hasan bin Tsabit justru mengarang syair yang sangat indah memuji sang Nabi. Katanya, Nabi diciptakan bersih dari segala noda, seakan-akan Nabi memesan sendiri dirinya untuk lahir dengan rupa yang diinginkannya. Kemudian, Hasan bin Tsabit masuk Islam dan menjadi salah satu sahabat yang membantu perjuangan Rasulullah melalui syair.
Adalah terbukti, haters ada di mana-mana. Haters pun bertugas mencari-cari salahnya orang, aibnya orang lain. Maka hati-hati dan waspada di medsos. Karena haters selau mengintai dan mencari “ruang tembak” untuk orang yang dibencinya. Jangan lawan haters, karena dia merasa paling benar. Sama seperti netizen yang maha benar. Cukup diam saja saat haters bertindak. Karena sejatinya, memang tidak perlu membuktikan kebenaran d mata haters. Orang yang membenci akan selalu membenci hingga kapanpun.
Haters memang julid. Karena tugas haters, memang membenci orang lain dengan caranya sendiri. Doakan saja haters mendapat hidayah dan ditunjuki jalan yang benar. Tetaplah tenang dan sikapi dengan kepala dingin. Anggap saja haters adalah fans sejati yang selalu rela mengintai dan mengintip laju orang lain yang dibencinya.
Saat media sosial dikuasai haters, para pembenci. Tetaplah literat. Hingga suatu saat, haters tersadar. Bahwa siapapun yang mencoba menjatuhkan orang lain pasti akan sia-sia. Toh, mereka tidak ikut menyekolahkan atau membiayai hidup orang yang dibencinya. Maka cintai saja para pembenci kita, karena mereka adalah penggemar terbesar yang menjadikan diri kita lebih baik ke depan. Salam literasi!