Saat silaturahim lebaran hari ini, saya kedatangan besan (mertua dari anak pertama saya, Fahmi) di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Ngobrol cair saja tentang berbagai hal. Tentang hal-hal yang baik, apalagi kami sebentar lagi akan menjadi kakek. Karena mantu saya, Firda sudah memasuki bulan ke-3 usia kandungannya. Dan alhamdulillah menurut keterangan dokter, Insya Allah dikarunia anak kembar. Alhamdulillah ya Allah atas segala karunia-Mu. Semoga sang janin dan ibunya, selalu diberi kesehatan dan kelancaran saat lahiran nanti.
Sambil rileks, obrolan demi obrolan kami berujung pada tekad orang tua untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya. Selain nasihat dan doa tentunya. Sebagai wujud cinta orang tua kepada anak. Sekalipun orang tua dan anak hidup dalam dunia yang sudah berubah. Bahkan dinamika kehidupan yang tidak sama lagi.
Karena apa yang dialami orang tua dan anak sudah berbeda. Tidak lagi sama dalam banyak hal. Maka sekadar obrolan yang merenungkan, terkuak dinamika yang sudah berubah. Sebagai renungan untuk selalu hati-hati dan waspada dalam hidup. Untuk selalu direnungkan:
Karena zaman dulu, orang sulit mencari ilmu tapi mudah mengamalkannya. Tapi zaman sekarang, orang mudah mencari ilmu tapi sulit mengamalkannya.
Karena zaman dulu, ilmu dikejar, ditulis, dihafal, diamalkan, dan diajarkan. Tapi zaman sekarang ilmu diunduh, disimpan, dan dikoleksi, lalu diperdebatkan.
Karena zaman dulu, butuh peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan ilmu. Tapi zaman sekarang, cukup peras kuota internet sambil duduk manis ditemani secangkir minuman dan snack.
Karena zaman dulu, ilmu disimpan di dalam hati, selama hati masih normal ilmu tetap terjaga. Tapi zaman sekarang, ilmu disimpan di dalam memory gadget, kalau baterai habis, ilmu pun tertinggal, kalau gadget rusak maka hilanglah ilmu.
Karena zaman dulu, siapapun harus duduk berjam-jam di hadapan guru dengan penuh rasa hormat dan sopan maka ilmu merasuk bersama keberkahan. Tapi zaman sekarang, cukup tekan tombol atau layar sambil tidur-tiduran maka ilmu merasuk bersama kemalasan.
Sebagai obrolan yang merenungkan. Memang zaman sudah berubah. Karena sekarang, kita telah sampai di zaman di mana bicara tanpa perlu suara. Melihat tanpa perlu tatap muka. Memanggil tanpa perlu teriak. Hingga bicara hanya perlu ketik saja, melihat hanya perlu klik saja, dan memanggil hanya perlu “ping” saja. Begitulah hidup di zaman begini yang mungkin membuat banyak orang tua khawatir terhadap anak-anaknya.
Saat media sosial telah menjadi budaya, sementara Al-Qur’an semakin dilupakan. Dari yang hanya melihat-lihat, sampai mereka yang beradu pendapat. Dari tingkah yang dibuat-buat, sampai yang terang-terangan maksiat. Dari yang salah dibenarkan, sampai yang benar disalahkan. Hingga tidak sadar jemari ini berkhianat, untuk melihat apa yang seharusnya tidak boleh dilihat. Bagaimana orang tua tidak khawatir?
Maka sebagai renungan, orang tua dan anak-anaknya.
Ketahuilah dan selalu ingatlah. Karena mata kita akan menjadi saksi atas apa yang kita lihat. Jari-jemari akan akan menjadi saksi atas apa yang kita tulis. Hingga suatu hari nanti apapun yang kita lakukan dengan anggota badan kita akan bersaksi di hadapan sang pencipta. Maka siapakah yang dapat membantahnya?
Maka di momen lebaran, gunakan waktu dan usia untuk lebih bermanfaat. Gunakan apa yang ada pada diri kita sebagai ladang amal. Untuk selalu menanam kebaikan hingga menuai hasilnya di akhirat. Tetaplah menjadi orang baik. Tanpa perlu membicarakannya kepada orang lain.
Itulah sebuah obrolan yang merenungkan. Untuk orang tua dan anaknya. Salam literasi!