Saat ditanya, gimana sih caranya membaca buku agar paham isinya?
Pertanyaan sederhana tapi sulit dijawab. Tapi di mata saya, membaca buku itu perilaku. Jadi susah dijelaskan secara kognitif. Maka saya bilang, siapa bilang membaca buku harus paham? Membaca buku itu proses, ya tentu targetnya tidak usah langsung paham. Nikmati saja prosesnya, jalani sebagai perilaku yang dibiasakan.
Tiap orang itu, punya cara sendiri dalam membaca buku. Punya tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Motif tiap orang membaca pun berbeda. Jenis buku yang disenangi berbeda. Bahkan konsenterasi saat membaca pun berbeda. Karena itu, keadaan dan tempat seperti apa untuk membaca buku jadi berbeda pula? Jadi, siapa bilang membaca buku harus paham isinya? Selow saja, membaca buku tidak harus paham kok. Membaca buku untuk membentuk kebiasaan baik juga boleh. Mengisi waktu daripada gibah dan gosip pun tidak masalah. Jadi, bebas-bebas saja tujuan membaca buku.
Membaca buku itu proses dan perilaku. Prinsip itulah yang dijalankann Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Ada 130-an anak-anak yang membaca buku seminggu 3 kali (Rabu-Jumat-Minggu). Apa mereka ditargetkan bisa paham isi bacaan atau jadi anak yang pengetahuannya luas? Sama sekali tidak. Membaca buku hanya jadi bukti sudah ada akses bacaan di daerah itu, yang tadinya tidak ada sama sekali akses bacaan. TBM Lentera Pustaka sendiri hanya ingin menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang asyik dan menyenangkan. Ada anak yang rajin baca dan paham isinya oke. Ada anak yang hanya bermain di taman bacaan sambil memegang buku yang itu-itu saja pun tidak masalah, Bahkan ada orang tua yang mengantar anaknya ke taman bacaan, karena daripada main nggak karuan lebih baik di taman bacaan. Apapun alasan dan motifnya membaca buku, tidak masalah. Asal ada di taman bacaan, dan membaca buku. Paham atau tidak paham itu soal lain.
Jangankan anak-anak usia sekolah di kampung. Orang dewassa atau orang pintar sekalipun, apa iya membaca buku pasti paham isinya? Saya sih tidak yakin. Banyak kok, orang yang membaca buku tipis atau tebal, tetap saja tidak bisa mengingat kembali apa yang sudah dibacanya. Bahkan tidak sedikit orang yang membaca buku hanya untuk “gaya-gayaan”. Oke-oke sajalah.
Yang jelas, membaca buku itu proses dan perilaku. Idealnya sih, mampu memahami isi bacaan. Tapi bila tidak paham pun tidak masalah sebagai proses. Membaca buku di taman bacaan itu, setidaknya ada 4 (empat) proses seperti: 1) terjadi interaksi yang positif di antara anak-anak yang membaca, 2) ada ikhtiar pembiasaan untuk dekat dengan buku, 3) memperkuat karakter anak melalui pendampingan di taman bacaan, dan 4) mampu memilih buku yang perlu dibaca atau tidak perlu sesuai dengan dirinya. Jadi, membaca buku tidak usah ter-obsesi dengan rekor bisa membaca sekian buku per minggu atau jadi pintar karena paham isinya. Nggak-lah, nggak usah seperti itu tujuan membaca buku.
Membaca buku sekadar memilih buku yang layak dibaca atau tidak pun tidak masalah. Seperti di media sosial. Memilih, siapa yang sebaiknya diikuti, apa saja yang pantas dilihat di media sosial. Untuk apa “berteman” dengan semua orang di media sosial, lalu pengen melihat semua postingannya. Saring saja, mana yang bermanfaat? Bila tidak manfaat abaikan, bila perlu hentikan “pertemanan”. Tidak masalah kok.
Banyak orang lupa. Bahwa siapapun yang mau membaca buku itu berarti dia sedang membuka diri. Untuk melihat dan berpikir tentang apa yang disajikan penulis dalam buku. Karena membaca buku, siapapun jadi mau introspeksi diri. Minimal meredam ego untuk tidak terlalu banyak bicara bila tidak tahu yang sebenarnya.
Oke, jadi siapa bilang membaca buku harus paham? Tidak harus, asal tetap membaca buku. Semua nutuh proses dan perilaku kok. Toh, orang yang mampu menghitung dosa orang lain pun tidak langsung membuatnya jadi orang suci. Jadilah literat! Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka