Sinar Matahari di Taman Bacaan

Matahari mulai meninggi siang tadi. Mulai memancar panas Terik yang tidak bisa dihindari. Seorang yang karyawan yang hendak makan siang pun menggerutu. Sambil menatap matahari, menyebut panas sekali siang ini. Ia merasa silau, dan merasa tidak nyaman akibat sinar matahari. Panas dan matahari pun salah.

 

Karena semakin panas dan tidak mungkin menghindari Terik matahari. Sang karyawan pun memilih untuk mengurung diri di dalam ruangan AC. Agar tetap sejuk. Tanpa gangguan hawa panas. Ia tidak ingin disinari matahari. Dari waktu ke waktu, sang karyawan begitu terus setiap hari. Mengurung diri dari sinar matahari. Tanpa terasa 3 tahun berlalu, sang karyawan lebih senang di tempat sejuk dan ber-AC.

 

Dan kini, tubuh sang karyawan mulai lemas. Hari-harinya lesu, tidak bergairah. Entah apa penyakit yang dialaminya. Tubuhnya mulai mengurus. Diagnosa dokter, menyebut katanya kurang sinar matahari. Kurang sengatan hawa panas matahari. Terbukti, perbuatan mengurung diri dari sinar maatahari justru merugikan dirinya sendiri.

 

Sang karyawan pun mengaku salah. Ia baru menyadari dan menyesal. Sikap egois dan angkuh terhadap matahari membuatnya sakit. Akibat mengurung diri dan menghindari sinar matahari setiap hari. Sakit, lalu merugikan dirinya sendiri.

 

Banyak orang mungkin lupa. Tanpa diminta, matahari tiap hari pasti menyinari semesta. Dibenci atau tidak, matahari selalu bersinar. Disukai atau tidak, matahari tetap menyemburkan hawa panas. Karena sejak diciptakan, menyinari adalah tugas dan misi matahari dari-Nya.

 

Begitulah manusia, untuk apa ada di bumi? Pasti untuk beribadah kepada-Nya, di samping menjalani fungsi sosialnya. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Niat yang baik, ikhtiar yang bagus. Selebihnya hanya berdoa yang terbaik kepada-Nya. Mau dipuji atau dibenci, harus tetap menjalankan misi kemanusiaannya. Mumpung belum dicabut nyawa dari raganya.

 

Spirit menjalankan misi itulah yang dipegang oleh pegiat literasi Taman Bacaan Masyarakat (TBm) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Berkiprah sepenuh hati untuk membimbing anak-anak yang membaca buku, mengajar kaum buta huruf, mengajar calistung anak kelas prasekolah, memfasilitasi komputer untuk literasi digital, hingga menjalankan aktivitas motor baca keliling untuk sediakan akses bacaan ke kampung-kampung. Semuanya dilakukan atas nama kemanusiaan, untuk tetap peduli kepada sesama. Jangan hindari kesempatan untuk berbuat baik, karena tidak banyak yang bisa melakukannya.

Maka esok, jangan lagi menghindari matahari. Sibukkan terus diri dengan perbuatan baik dan bermanfaat. Kapan pun dan di mana pun. Karena esok, kita akan ditanya tentang diri kita sendiri, bukan tentang urusan orang lain. Jadilah literat di waktu tersisa.

 

Karena hakikat manusia ada di bumi, yaitu “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *