Belajar dari kasus Irjen FS atas penembakan Brigadir J, betapa pentingnya arti “menahan diri”. Iya, menahan dari emosi, amarah, kebencian, menzolimi bahkan menganiaya siapa pun. Menahan diri dari segala hal yang buruk dan jelek. Sekalipun lingkungan sekitar begitu buruk atau diperlakukan dengan tidak baik. Siapa pun tanpa terkecuali, harus berani dan mampu menahan diri.
Menahan diri mamang tidak mudah. Karena saat ini banyak orang gemar bicara yang jelek-jelek. Sesuatu yang buruk malah dijadikan gunjingan. Sementara yang baik justru didiamkan. Gibah, gunjing, menghujat bahkan mencaci-maki dianggap hal yang lazim di zaman begini. Makanya, makanan-makanan dengan merek seperti Makaroni NGEHE. Rawon SETAN, dan Nasi Goreng IBLIS sangat laku. Entah mengapa, karena rasanya atau merek-nya?
Hari ini banyak orang mudah sakit. Bukan karena tidak punya uang, bukan karena kurang. Tapi karena gagal menahan diri. Apa saja maunya dilampiaskan. Apalagi di media sosial, merasa akun punya sendiri. Seolah boleh dan sah mau apa saja. Berkata-kata kotor, mengumbar aib, hingga kepo urusan orang. Belum lagi yang membenci dan menghujat pemimpinnya, siapa pun dia. Akhirnya tidak bisa objektif, tidak lagi realistis. Kenapa? Karena gagal menahan diri.
Karena itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak bukan hanya jadi tempat membaca. Tapi jadi sarana untuk menahan diri. Melalui aktivitas literasi seperti membaca, berantas buta aksara, kelas prasekolah, anak difabel, motor baca keliling, koperasi simpan pinjam, hingga anak yatim dan jompo binaan. Pendiri, wali baca, dan relawan berkiprah untuk sosial sekaligus berlatih menahan diri.
Pegiat literasi di taman bacaan menyadari. Niat dan perbuatan baik di taman bacaan yang melayani lebih dari 130-anak belum tentu baik di hadapan Allah SWT. Hanya ikhtiar yang baik. Apalagi menjelek-jelekkan orang lain, apalagi bergubah tentang orang lain. Selain tidak literat, mau apa memangnya hidup ini?
Seperti kata Pak Bima Arya (Walikota Bogor) saat berkunjung ke TBM Lentera Pustaka pada 2021 lalu. “Taman bacaan dan membaca buku itu baik, maka harus dibiasakan. Sehingga anak-anak belajar saling menghargai, bukan saling menentang” katanya.
Memang benar kata orang tua dulu. Berkata-kata dan bertindak baik itu lebih sulit daripada berkata-kata atau bertindak buruk. Maka kebaikan harus berani dipraktikkan, ditebarkan ke mana pun. Jangan menyerah untuk jadi orang baik. Karena kebaikan memang harus diperjuangkan, oleh siapapun dan untuk urusan apapun. Seperti kata Cak Nun, “jadi orang baik itu bukan berarti mau mengalahkan malaikat. Tapi kalau mau jadi orang jahat pun jangan sampai mengalahkan setan”. Renungkanlah.
Taman bacaan pun bukan untuk menjadikan orang pintar apalagi jadi orang kaya. Tapi taman bacaan punya tanggung jawab moral untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Melalui buku bacaan dan nasihan kebaikan tiap kali ada event literasi. Agar siapa pun eling dan waspada untuk tetap berpijak pada kebaikan. Karena sejatinya, tidak aka nada keadaan baik bila tidak diperjuangkan oleh orang-orang yang ada di dalamnya.
Bercermin dari kasus Irjen FS atau apa pun, maka jadikan keburukan orang lain sebagai tempat belajar untuk menahan diri. Menahan dari pikiran, sikap, dan perilaku buruk yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Mari menahan diri untuk hal apa pun. Dan tebarkanlah terus kebaikan agar tetap rendah hati, di mana pun.
Sambil bertanya pada diri sendiri, “memang bila orang lain salah, kita selalu benar?”. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #PegiatLiterasi