Setelah diresmikan tahun 2017 lalu, sama sekali tidak terbayang TBM Lentera Pustaka akan seperti apa ke depannya. Apa tetap bisa eksis dan bertahan atau “mati” mati di telan waktu? Tidak ada yang tahu. Sebab, pendiri TBM nya tinggal di Jakarta agak susah bila mengurus hari-hari. Belum lagi hanya 14 anak yang bergabung, tikda punya relawan. Semuanya dijalankan sendiri dan dibantu 2 orang wali baca. Terasa garing dan tikad tahu gimana cara bisa membuat TBM ini bertahan?
Bersyukur-nya, TBM Lentera Pustaka sejak berdiri selalu di support CSR dari berbagai perusahaan untuk biaya operasional. CSR dari kawan-kawan pendiri TBM yang mendukung. Kebayang bila operasional TBM dari “kantong sendiri”, bisa makin frustrasi. Terbukti, tidak mudah mengelola taman bacaan. Butuh dana, butuh buku, butuh tempat yang layak dan butuh relawan, selain program yang bisa mengajak masyarakat mau datang ke TBM. Itu “PR” besar buat pengelola taman bacaan di mana pun.
Bahkan atas berbagai hambatan, jujur saja TBM Lentera Pustaka, hampir 2 kali mau ditutup pada tahun 2020 dan 2021. Seakan “buntu’, gimana mengelola taman bacaan yang bisa bermanfaat dan didukung banyak pihak? Anak yang baca sedikit, terasa capek mikir TBM harus gimana? Ujungnya, hanya komitmen dan konsistensi yang menyelamatkan eksistensi TBM. Agar tidak “hidup segan mati tak mau”. Sungguh, mengelola TBM itu benar-benar jalan sunyi pengabdian. Hanya sedikit yang peduli dan butuh “mental baja” untuk ada di dalamnya. Begitulah faktanya.
Alhamdulilah, “masa kritis” TBM Lentera Pustaka sudah terlewati. Setelah 8 tahun eksis, kini TBM Lentera Pustaka sudah jadi tempat 200-an anak yang membaca buku, 360 pengguna layanan yang hilir-mudik ke TBM setiap minggunya. Punya 18 wali baca dan relawan aktif, dukungan mitra CSR seperti Bank Sinarmas begitu kuat, punya 15 program literasi, selalu ada mitra yang berkegiatan di TBM, bahkan sekitar 70-an ibu-ibu pengantar anak jadi kekuatan baru. Kini TBM Lentera Pustaka melayani masyarakat dari 4 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya, Sukajdi) di Kec. Tamansari Kab. Bogor. Alhamdulillah banget!
Menariknya, pada saat banyak orang mempersoalkan “minat baca” anak rendah melalui berbagai seminar dan survei. Justru TBM Lentera Pustaka membuktikan cara piker “minat baca” itu salah. Yang harus disediakan adalah “akses bacaan”, di mana dan kem mana anak-anak bisa membaca? Bukan soal tidak mau atau tidak minat baca. Tapi lebih disebabkan tidak adanya akses bacaan. Karena itu, tantangan besar mengelola taman bacaan sejatinya hanya soal komitmen, konsistensi, dan mau mengurus langsung TBM. Jelas kapan waktu buka-nya, apa programnya, di mana dan siapa yang membbimbing? Tanpa itu, TBM sulit untuk berkembang. Itulah yang disebut “Tata Kelola TBM” yang akhirnya jadi topik disertasi pendiri TBM Lentera Pustaka di S3 Manajemen Pendididikan Unpak dan mengantarnya meraih gelar Doktor bidang tata kelola taman bacaan.

Tidak ada TBM sukses, tidak ada TBM berhasil. Begitulah kata Pendiri TBM Lentera Pustaka. TBM baik tahun ini belum tentu tahun depan, TBM kemarin bagus belum tentu berlanjut tahun ini. Bahkan TBM masih ada sekarang belum tentu masih eksis dua tahun lagi. Di TBM yang ada proses dan praktik baik. Selagi punya komitmen dan konsistensi (diurus benar-benar) maka TBM tetak eksis dan bertahan. TBM memang harus diurus di “akar rumput” bila mau tetap berdampak dan bermanfaat buat masyarakat. Agak susah ngomong TBM bagus bila hanya di ruang seminar atau diskusi semata.
Sebab intinya, tidak ada teori paling benar di taman bacaan, yang ada seberapa proses di TBM dijalankan dengan sepenuh hati. Satu yang pasti, dari duu hingga kini, mengelola TBM akan tetap jadi “jalan sunyi pengabdian”. Bukan tempat mencari ketenaran, dan tetap bekerja dalam sunyi. Hingga benar-benar menjadi “lentera” bagi pengguna layanannya. Itu saja cukup, salam literasi!











