Teliti Efektivitas Tata Kelola Taman Bacaan, Pendiri TBM Lentera Pustaka Riset Disertasi S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak

Berbekal belum ditemukannya penelitian yang fokus membahas efektivitas tata kelola taman bacaan berbasis model CIPP sebagai cara meningkatkan program dan aktivitas membaca di masyarakat, Syarifudin Yunus, mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Manajemen Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan (Unpak) meneliti “Peningkatan Efeketivitas Tata Kelola Taman Bacaan Berbasis Model CIPP Pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor”. Di hadapan penguji yang terdiri dari 1) Prof. Dr.rer.pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., IPU. (Ketua Penguji dan Promotor), 2) Dr. Martinus Tukiran, M.T. (Ko-promotor), 3) Prof. Dr-Ing. Soewarto Hardhienata, dan 4) Dr. Widodo Sunaryo,MBA., S.Psi, Syarifudin Yunus yang berprofesi sebagai dosen PBSI FBS Universitas Indraprasta PGRI sekaligus pendiri TBM Lentera Pustaka menyajikan paparan proposal dan instrumen penelitian hari ini (27/3/2024).

 

Setelah menekuni dunia literasi dan taman bacaan 7 tahun terakhir dan pengalaman konkretnya di lapangan, penelitian disertasi tentang peningkatan tata kelola taman bacaan sangat diperlukan. Sebagai organisasi pendidikan yang bersifat swadaya, taman bacaan membutuhkan tata kelola yang optimal, baik secara organisasi, program maupun operasional. Agar taman bacaan mampu berkiprah optimal dalam membangun budaya membaca, di samping tidak terkesan “mati suri”. Apalagi data UNESCO menyebut minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, cuma 1 dari 1,000 orang Indonesia yang rajin membaca.

 

Dalam paparannya, Syarifudin Yunus menegaskan taman bacaan di Indonesia harusnya dapat berkembang lebih optimal. Karena mandat dari regulasi yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan yang diakui di Indonesia adalah formal, nonformal, dan informal, termasuk di dalamnya taman bacaan sebagai bagian pendidikan nonfromal. Bahkan pada UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan terkait Pembudayaan Kegemaran Membaca pasal 49 disebutkan “pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca”. Untuk itu, pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses (Pasal 50).

 

Lebih spesifik lagi di Jawa Barat dan Kabupaten Bogor, aturan tentang taman bacaan dan aktivitas literasi telah diatur pada Perdan Provinsi Jawa Barat No. 12/2021 tentang penyelenggaraan Perpustakaan pasal Pasal 43 yang menegaskan “Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Perpustakaan dapat dilaksanakan pada: 1) pembentukan taman bacaan masyarakat; b) penyediaan koleksi bahan Perpustakaan; c) pemberian informasi bahan Perpustakaan, naskah kuno, literatur budaya etnis nusantara; dan d) penyediaan sarana dan prasarana Perpustakaan. Untuk itu,

 

Perbup Bogor No. 45 Tahun 2022 tentang GERAKAN LITERASI DAERAH Pasal 18 “Pemerintah Desa wajib membina dan mengembangkan taman bacaan masyarakat di lingkungannya». Dinas Pendidikan dan pemerintah Desa ada kewajiban memfasilitasi gerakan literasi, termasuk pembiayaan gerakan literasi daerah yang bersumber dari: a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan b) sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat (pasal 20).

 

Tapi masalahnya, taman bacaan sebagai organisasi pendidikan di Indonesia dan sesuai amanah regulasi seakan tidak diperhatikan bila tidak mau disebut terpinggirkan. Tidak sedikit taman bacaan yang mengalami masalah program, operasional, dan biaya. Selain kurangnya dukungan pemerintah daerah dan publik, taman bacaan terkesan lemah secara tata kelola dan manajemen pendidikan. Untuk itu, sangat dibutuhkan model tata kelola taman bacaan yang efektif. Dalam hal ini, Syarifudin Yunus mengajukan “TBM Edutainment”, sebagai solusi untuk meningkatkan tata kelola taman bacaan berbasis edukasi dan hiburan sebagaimana sudah dijalankan di TBM Lentera Pustaka yang didirikannya. Harus ada solusi tata kelola taman bacaan agar gerakan literasi dan peran serta taman bacaan dalam meningkatka budaya membaca masyarakat dapat diwujudkan.

 

Melalui rumusan maslaah, “Bagaimanakah efektivitas tata kelola taman bacaan berbasis model CIPP pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor?”, Syarifudin Yunus melalui disertasinya melakukan evaluasi program berbasis CIPP (Context, Input, Process, Product) untuk merekomendasikan manajemen pendidikan berbentuk tata kelola taman bacaan dalam meningkatkan kemampuan literasi dan budaya membaca di Taman Bacaan Masyarakat di Kabupaten Bogor.

 

Beberapa kebaruan penelitian disertasi ini antara lain: 1) ditemukannya teori tata kelola taman bacaan sebagai layanan dasar pendidikan nonformal dan pembudayaan kegemaran membaca (teoretik), 2) diperoleh pedoman praktis tata kelola taman bacaan berupa TBM Edutainment (praktis), 3) ditemukannya “business model” tata kelola taman bacaan sebagai penguatan pendidikan nonformal (model), dan 4) diperoleh kebaruan lokasi penerapan tata kelola taman bacaan, khususnya di Kab. Bogor (lokasi).

Tata kelola merupakan suatu sistem atau cara maupun proses yang mengatur dan mengendalikan hubungan antara pihak manajemen (pengelola) dengan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap organisasi pendidikan. Meningkatkan tata kelola berarti menempuh serangkaian proses untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan suatu organisasi pendidikan. Tata kelola merupakan suatu sistem dalam mengelola program yang signifikan guna memenuhi tujuan organisasi dalam jangka panjang (Effendi, 2009). Sedangkan taman bacaan merupakan sarana pendidikan nonformal yang dikelola secara swadaya masyarakat yang menyediakan layanan pendidikan nonformal di bidang bahan bacaan berupa: buku-buku yang dilengkapi dengan ruangan untuk membaca dan kegiatan literasi lainnya, dan didukung oleh pengelola yang berperan sebagai motivator (Kemendikbud, 2013). Maka untuk evaluasi program dapat dilakukan melalui CIPP sebagai proses evaluasi yang terdiri dari Context, Input, Process, and Product yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem sebagai dasar pengambilan keputusan. Model evaluasi CIPP menggunakan kata context, input, process, product sebagai sasaran evaluasi model ini memandang bahwa program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. CIPP menggunakan pendekatan yang berorientasi pada manajemen (management oriented evaluation approach) yang berpijak pada tujuan terpenting evaluasi program bukanlah membuktikan (to prove), melainkan meningkatkan (to improve) (Arikunto, 2004).

 

Penelitian evaluasi dengan metode kualitatif ini menggunakan instrumen penelitian meliputi 1) wawancara, 2) studi dokumentasi, dan 3) observasi, penelitian ini melibatkan pemerintah yang diwakili Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Bogor (1 orang), pakar Literasi, Forum TBM Kab, Bogor, Kepala Desa, Pengelola Taman Bacaan Masyarakat  di Kab. Bogor (10 pengelola), dan pengguna layanan Taman Bacaan. Sehingga nantinya, dapat diketahui efektivitas tata kelola taman bacaan dan rekomendasi peningkatan yang dilakukan ke depan. Tujuannya, untuk meningkatkan peran taman bacaan dalam mewujudkan masyarakat indonesia yang literat, di samping mampu menggiatkan kegemaran membaca.

 

Berbagai masukan dan saran tim penguji menjadi “catatan khusus” peneliti untuk mengoptimalkan hasil penelitian disertasi yang bertumpu pada taman bacaan masyarakat ini. Dalam kesempatan ini, tim penguji memberikan nilai 3,8 kepada peneliti. Untuk memperkuat disertasi ini pula, studi pendahuluan dan pengalaman konkret peneliti dalam mengelola Taman Bacaan Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor dalam 7 tahun belakangan pun sudah dituangkan ke buku “Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan berbasis Edukasi dan Hiburan – TBM Edutainment” yang diluncurkan pada November 2022, dengan ISBN: 978-623-99780-5-1 dan penerbit Endnote Press. Tersaji fakta dan data dalam buku tersebut, antara lain: hanya 20% ruang baca TBM yang memadai, sekitar 60% koleksi buku TBM tidak memadai, dan 57% TBM tidak punya legalitas. Maka dibutuhkan model tata kelola taman bacaan yang efektif, salah satunya melalui TBM Edutainment sebagai solusi tata kelola taman bacaan. Salam literasi #DisertasiTamanBacaan #TBMLenteraPustaka #PenelitianTamanBacaan