Tidak Ada Orang Resign dari Kantor karena Kerja Keras tapi ….

Siapapun yang merasa jadi bos atau atasan. Bahwa tidak ada pegawai resign – mengundurkan diri karena kerja keras atau over workload. Dalam kenyataannya, pegawai regisn karena bos-nya terlalu “bossy”. Atasan yang memerintah secara subjektif dan mendominasi orang lain secara berlebihan. Bos yang arogan dan mengabaikan pendapat orang lain. Apalagi bos yang “baru kemarin” tapi secara subjektif kerjanya menyalah-nyalahkan sistem yang sebelumnya. Saat seorang pemimpin arogan dan subjektif, maka siapapun yang paham pasti akan “pergi”.

 

Tegas dikatakan, tidak ada pegawai yang resign karena kerja keras atau over workloag. Tapi karena tidak dihargai, tidak didengar, dan akhirnya malas kerja bareng atasan yang subjketif dan tidak kompeten. Jangan lupa, vanyak pegawai sanggup kerja keras, lembur atau berada di tekanan kerja. Tapi selama merasa usahanya dihargai, kontribusinya diakui dan ada tujuan yang jelas maka kerja berat bukan masalah utama. Kerja Keras bisa diterima asal bermakna.

 

Pegawai di mana pun, pasti akan “pergi” (minimal berpikir untuk resign) saat merasa kerjanya tidak dianggap. Mulai merasa lelah karena atasan kerjanya mencari kesalahan orang atau masa lalu, masukan diabaikan, dan kritik hanya satu arah. Apalagi atasannya belum teruji benar atau tidaknya (jam terbangnya juga belum seberapa?), maka di titik  itulah pegawai akan lelah bukan fisik tapi harga diri. Dan akhirnya resign, dengan berbagai alasan dan yang penting menghindar dari bos yang “bossy”.

 

Semua orang tahu dan paham, masalah di dunia kerja itu bukan beban. Orang jarang resign karena kerjaanya banyak. Tapi orang akan resign karena arogansi bos, atasan yang subjektif, standarnya ganda, dan bahkan janji yang tidak ditepati. Banyak yang merasa jadi bos atau atasan lupa, bahwa di mata pegawai hubungan lebih penting dari jabatan. Siapapaun bisa bertahan di kantor sekalipun pekerjaannya berat. Tapi orang sulit  bertahan pada atasan yang merendahkan, lingkungan yang toksik, dan kepemimpinan yang arogan. Tolong dicatat dan dipahami ya para “pemuja” jabatan!

 

Di banyak organisasi, tuntutan extra hours atau kerja berat sering dijadikan “kambing hitam” sebagai penyebab orang resign atau tingginya turnover. Padahal, realitanya lebih sederhana. Selama bos-nya asyik, atasannya kompeten, hasil kerja diapresiasi, kompensasi dicukupi, dan jenjang kariernya ada, siapapun akan tetap bertahan. Bahkan saat capek, saat  workload berat sekalipun. Sejujurnya, yang bikin orang pergi bukan kerja keras. Yang bikin orang resign adalah kerja keras di bawah arogansi dan subjektivitas si bos. Atasan yang tidak jelas mau dibawa ke mana organisasinya?

Di dunia kerja, beban kerja bisa dinegosiasikan. Tapi rasa dihargai itu non-negotiable. Sebab, karier tanpa arah kerja tanpa kenyamanan itu pelan-pelan mematikan motivasi. Kalau orang per orang mulai merasa tidak dihargai, Lelah dalam ketidak-jelasan pasti atu per satu pergi. Jadi, jangan buru-buru menyalahkan orang lain. Lebih baik introspeksi diri dan perbaiki organisasinya.

 

Pesannya sederhana. Sekarang ini banyak orang resign karena ingin meninggalkan atasannya, bukan pekerjaannya. Menghindari bos yang arogan dan subjektif, atasan yang tidak tahu cara menghargai orang lain. Karena itu, kepemimpinan bukan soal memberi tugas, melainkan memberi makna dan sikap saling menghargai. Apalagi kerja di kantor yang tidak memberi jaminan Sejahtera di hari tua, tidak punya dana pensiun!

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *