Pekerja dan pemberi kerja harus sama-sama tahu. Bahwa saat terjadi pemutusan hubungan kerja, ada kewajiban pembayaran uang pesangon. Entah, akibat pekerja pensiun, meninggal dunia atau di-PHK. Wajib bayar uang pesangon (UP) dan uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH). Regulasi yang mewajibkan pembayaran uang pesangon tertuang di PP No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja sebagai turunan dari UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Pasal 156 ayat 1 menegaskan “Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Begitulah kira-kira untuk diketahui bersama.
Masalahnya, uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang seharusnya diterima pekerja atau yang seharusnya dibayar pemberi kerja bisa saja tidak terjadi. Akibat tidak adanya “dana yang cukup” untuk membayarkan kewajiban UP dan UPMK tersebut. Karena bisa jadi, cash flow pemberi kerja memabg sedang tidak sehat. Atau memang selama ini, dananya tidak dicadangkan. Sehingga saat uang UP dan UPMK harus dibayarkan tidak tersedia dananya.
Maka berpotensi besar, soal uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang seharusnya dibayarkan pemberi kerja ke pekerja akan selalu jadi masalah. Karena dananya tidak dicadangkan sejak dini. Pemberi kerja atau perusahaan belum mau mendanakan kewajiban pembayaran UP dan UPMK dari sekarang. Dengan cara mencicil sesuai dengan proporsi berdasarkan masa kerja dan gaji si pekerja hingga saatnya pensiun. Harusnya, sudah mulai dihitung dan dialokasikan UP dan UPMK sesuai dengan kemampuan pemberi kerja.
Salah satu solusi untuk mengatasi persoalan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja adalah melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh Lembaga Jasa Keuangan tertentu, selaku pendiri, yang ditujukan bagi karyawan yang diikutsertakan oleh pemberi kerjanya dan/atau perorangan secara mandiri. Ada 2 (dua) tujuan utama DPLK, yaitu 1) sebagai program yang dirancang untuk mempersiapkan keberlanjutan penghasilan bagi pekerja di masa pensiun atau hari tua dan 2) sebagai program untuk memenuhi kewajiban imbalan pascakerja (pesangon) sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku. Artinya, jasa keuangan yang didedikasikan untuk pembayaran UP dan UPMK adalah DPLK, bukan asuransi atau reksadana.
Bila menjadi peserta DPLK sebagai pekerja, maka programnya adalah Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Sedangkan untuk pemberi kerja atau Perusahaan dapat mengikuti Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja (PPDKP). Apapun pilihannya, DPLK dapat dijadikan sebagai “kendaraan” untuk pembayaran uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja sesuai amanat UU No. 6/2023 tentang Cipta Kerja. Sebagai contoh saja, bila pekerja Si A pensiun tahun ini dan perusahaan harus membayar total uang pesangon sebesar Rp. 500 juta (sesuai regulasi yang berlaku). Apabila di DPLK sudah tersedia dana sebesar Rp. 350 juta, maka perusahaan cukup membayarkan kekuarannya Rp. 150 juta saja. Tapi bila sudah bisa dipenuhi oleh DPLK semuanya, maka perusahaan tidak perlu membayar apapun lagi.
Pemberi kerja, mungkin perlu menyadari. Saat merekrut pekeraj tidak cukup hanya membayar gaji semata. Tapi ada kewajiban imbalan pascakerja yang harus dibayarkan saat si pekerja pensiun atau di-PHK. Maka konsekuensinya, uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja harus muali didanakan sejak dini. Agar pada saat harus dibayarkan UP dan UPMK sudah tersedia sehingga tidak memengaruhi cash flow perusahaan. Masalahnya, sudahkah perusahaan menyiapkan UP dan UPMK bila suatu waktu harus dibayarkan?
Sangat jelas, DPLK setidaknya memberikan 3 (tiga) keuntungan bagi pemberi kerja. Yaitu 1) memenuhi kewajiban pemberi kerja kepada pekerja sesuai regulasi, 2) menghindari masalah cash flow saat uang pesangon harus dibayarkan, dan 3) iuran pemberi kerja di DPLK dapat mengurangi PPh25. Sementara bagi pekerja, DPLK sangat berguna untuk 1) adanya jaminan kesinambungan penghasilan di masa pensiun, 2) adanya pendanaan yang “pasti” untuk hari tua, 3) iuran DPLK menjadi pengurang pajak penghasilan (PPh21), dan 4) mendapatkan insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan.
Harus diketahui, besar kecilnya manfaat pensiun di DPLK sangat bergantung pada 1) besarnya iuran setiap bulan, 2) hasil investasi yang diperoleh selama menjadi peserta, dan 3) lamanya menjadi peserta DPLK. Semakin lama menjadi peserta DPLK maka semakin optimal manfaat pensiunnya. Karena DPLK bersifat jangka Panjang, maka “akumulasi dana” pun berpotensi optimal. Jadi, mulailah untuk mendanakan masa pensiun atau imbalan pascakerja melalui DPLK. Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi?
Maka penting untuk menuapkan uang pesangon dan uang pensiun sejak dini. Jangan sampai menyesal di masa pensiun. Harus berani memulai menyisihkan dana untuk masa pensiun, untuk pembayaran uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Ibaratnya, kerja yes pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun