Untuk Apa Ilmu Tinggi Bila Dipakai untuk Meremehkan Orang Lain?

Kadang orang bertanya, apa sih yang diobrolin saat ngopi di kampus? Ngopi di kampus ya sebagian orang sulit dilakukan, sebagian lagi gampang banget. Apalagi bila menyangkut dengan siapa ngopi dan ngobrolnya. Bila ngopi itu bermanfaat untuk kesehatan otak dan melepas penat. Maka ngobrol pun harus dipilih yang ada manfaatnya, bukan malah banyak mudaratnya. IOya nggak?

 

Seperti siang siang ini, saat saya mengambil berkas di kampus. Kebetulan bertemu Si D dan Si J. Belasan tahun dulu, keduanya adalah mahasiswa saya di S1 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unindra. Tapi kini, keduanya sama-sama mengabdi sebagai dosen i Unindra. Sebutlah jadi kolega saya, karena sama-sama mengajar di kampus. Si D saat ini pun sedang menulis disertasi bareng saya di S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak. Sementara di J, katanya Insya Allah tahun depan mulai menempuh S3 juga. Alhamdulillah ya.

 

Tadi pas ketemu langsung sepakat untuk ngopi di depan kampus. Ngobrol sambil mengenang masa-masa saat Si D dan Si J kuliah bersama saya dulu. Tentang kuliah, tentang cara-cara saya mengajar di kelas. Dan tentu, masih banyak lagi. Yang intinya, apapun dari perjalanan hidup harus diambil hikmahnya. Untuk menjadikan kita lebih baik lagi esok. Lebih bermanfaat untuk orang lain. Maka itulah gunanya belajar terus-menerus. Lalu kata mereka, “Ngobrol bareng Bapak begini ini yang bikin kangen. Sambil ngopi rileks tapi bisa dapat ilmu banyak. Anggap saja kuliah kehidupan yang tidak ada di ruang kelas”.

 

Sambil rileks meneguk segelas kopi. Saya pun selalu memberi nasihat. Sekalipun sudah sama-sama jadi dosen, tapi wajib bagi saya untuk tetap memotivasi keduanya. Bahwa ilmu dan profesi mau setinggi apapun harus dipraktikkan agar bermanfaat. Bukan sebaliknya malah disombongkan untuk merendahkan orang lain. Apapun profesi kita, jalani saja dengan baik tanpa perlu untuk dipuji orang lain. Apa adanya saja, tanpa rekayasa. Bila ilmu kita tinggi ya jangan dipakai untuk menghina orang lain. Tapi justru untuk menyelamatkan orang lain. Begitu hakikatnya.

 

Ngopi itu belajar untuk rileks. Jangan pernah berjuang untuk baik di mata orang lain. Jangan pernah pula meminta orang lain untuk berkata-kata baik tentang kita. Karena sama sekali kita tidak bisa mengontrol cara berpikir dan tuturan orang lain. Biarkan saja, toh hukum alam pasti dan berlaku kepada siapapun, Orang baik ya tetap baik, orang jahat ya tetap jahat. Apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita panen suatu saat nanti.

 

Jadi, di mana pun. Apa adanya saja. Tidak usah merekayasa diri. Apalagi menjelek-jelekkan orang lain. Sama sekali tidak perlu, karena kita memang bukan apa-apa dan bukan pula siapa-siapa. Jadi ilmu itu penting dipelajari terus-menerus. Agar mampu mengokohkan akhlak. Maka sampai kapanpun, adab atau akhlak tetap di atas ilmu. Berdirilah tegak di antara akhlak dan ilmu sampai kapanpun. Karena aklah dan ilmu itu pasti gagal jika jatuh di tangan dua orang. Yaitu 1) orang yang senang berpikir tapi tidak pernah mau bertindak dan 2) orang yang bertindak tapi tidak pernah berpikir. 

 

Ngopi saja dulu, agar lebih rileks. Tidak ada soal yang tidak bisa diselesaikan. Dna ketahuilah, jangan terlalu sering menengok masa lalu. Tapi tataplah masa depan agar bisa lebih baik, lebih bermanfaat Nikmati hidup apa adanya, bukan ada apanya. Tanpa perlu membanding-bandingkan apapun dengan orang lain. Karena tidak akan pernah tertukar kok “mana loyang mana emas”. Cukup perbaiki niat saja, baguskan ikhtiar dan perbanyak doa. Selebihnya biarkan allah SWT yang bekerja untuk kita.

 

Dan esok bila ada yang bertanya tentang kita. Katakan saja kita sudah ada di jalan yang benar. Kasih tahu saja, bahwa tiap orang berhak menikmati hidup dengan caranys sendiri. Begitulah makna ngobrol sambil ngopi di kampus. Berusaha untuk mencerahkan, bukan menggelisahkan. Salam literasi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *