Paradoks di Taman Bacaan, Jalani Aja Prosesnya

Mengajak anak-anak membaca di kampung-kampung itu ada pasang surutnya. Semua bilang membaca penting, tapi ternyata kok pada nggak mau membaca. Persis seperti orang pintar bilang, katanya minat baca di Indonesia sangat rendah. Tapi diminta sediakan akses baca di banyak tempat nggak pernah terjadi. Apa bisa ada minat baca tanpa tersedia akses bacaan? Itulah yang disebut paradoks literasi.

 

Begitu juga jadi relawan di taman bacaan. Katanya kita sibuk sehingga tidak punya waktu untuk berkiprah secara sosial. Tapi di sisi lain, kita punya begitu banyak waktu ngobrol atau ngobrol berlama-lama di kafe sekalipun manfaatnya rendah. Kita cerita tentang taman bacaan begini begitu. Tapi taman bacaan yang didirikan sendiri pun nggak diurus dengan semestinya. Paradoks selalu ada di taman bacaan. Itu sebabnya, siapapun harus hati-hati dalam segala hal. Paradoks itu ada.

 

“Banyak orang ingin berhasil dan sukses tapi nggak mau menjalani proses dan rintangannya”. Kalimat itu menggambarkan paradoks umum dalam perjalanan hidup manusia. Bahwa kita maunya cepat berhasil tapi prosesnya ditinggalkan. Sama seperti kita cenderung lebih fokus pada kekurangan dan target yang belum tercapai, daripada menghargai apa yang sudah berhasil kita lewati. Paradoks sejatinya bisa menjadi dorongan untuk terus berkembang, tapi juga bisa menjadi jebakan yang membuat kita merasa tidak pernah cukup. Sekali lagi, hati-hati dengan pikiran kita sendiri.

 

Paradoks pasti terjadi, karena standar yang kita tetapkan selalu bergeser seiring waktu. Ketika satu tujuan tercapai, muncul tujuan lain yang tampaknya lebih tinggi. Setelah begini, pengen begitu. Kita jarang berhenti sejenak untuk menyadari bahwa versi diri kita yang sekarang mungkin adalah impian versi diri kita yang dulu. Ketidak-sadaran ini bisa membuat kita kehilangan rasa syukur dan kepuasan atas pencapaian yang sah. Sudah saatnya, kita jalani setiap proses dengan konsisten tanpa perlu pengen begini pengen begitu.

 

Seperti mengabdi di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Setiap Minggu, saya bolak-balik Jakarta-Bogor. Hanya untuk mengurus dan memastikan 15 program yang ada berjalan sesuai tujuannya. Prosesnya dijalani, dan mendengar apa yang dikatakan pengguna layanan TBM sebagai umpan balik. Berkoordinasi dengan wali baca dan relawan. Agar keberadaan taman bacaan memang sesuai dengan tujuan didirikannya. Tanpa perlu ingin begini begitu. Asal taman bacaan diurus dengan baik, selebihnya saya serahkan kepada Allah SWT.

Maka penting di TBM Lentera Pustaka untuk menjaga keseimbangan. Tetap berproses dan bergerak maju tanpa melupakan pencapaian apapun yang sudah ada. Bersyukur atas apa yang sudah diraih tapi tetap menjalani segalanya sepenuh hati. Karena keberhasilan itu bukan berarti berhenti berjuang. Melainkan memberi ruang bagi diri sendiri dan perangkat di taman bacaan untuk menghargai proses, belajar dari yang sudah, dan melanjutkan perjalanan dengan kekuatan yang lebih besar. Agar paradoks diubah jadi motivasi perbuatan bukan mengeluhkan keadaan.

Paradoks di taman bacaan, jalani saja prosesnya. Itu sudah lebih dari cukup. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

Exit mobile version