Saat Harapan Menyentuh Kenyataan di Taman Bacaan

Oplus_131072

“Tidak ada yang lebih manis daripada momen ketika harapan bertemu dengan kenyataan.”  Kalimat itu menggambarkan perpaduan halus antara imajinasi dan realitas, sebuah titik di mana sesuatu yang lama dinanti akhirnya hadir di hadapan kita.

 

Banyak orang hidup dalam harapan dan penantian. Asal jangan berlebihan, proporsional saja. Karena harapan itu sejatinya bukan hanya tentang hasil, tapi tentang rasa. Rasa syukur dan rasa puas, karena masih memiliki harapan. Sebuah pengakuan atas perjalanan hidup yang masih punya arti.

 

Harapan, dalam filsafat Stoik, sering kali dipandang dengan sikap hati-hati. Agar kita tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal di luar kendali kita. Agar tetap berharap asal jangan terlalu berharap. Tentu, kita tidak menolak hadirnya harapan. Justru yang ditolak adalah harapan kosong, yang lahir dari keinginan yang tidak realistis.

 

Seperti berkiprah di taman bacaan. Siapapun punya harapan: anak-anak yang baca banyak, koleksi buku melimpah, dana operasional cukup, dan orang-orang baik serta relawan sudi membantu. Tapi semuanya harus diimbangi dengan ikhtiar, di samping adanya harapan asal realistis. Sesuai dengan proses dan perbuatan yang dilakukan. Karena tidak akan ada harapan tanpa ikhtiar yang dilakukan.  Begitulah prinsip harapan di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.

 

Stoikisme itu menghargai harapan yang berbasis tindakan. Harapan yang disertai kerja keras, kebajikan, dan ketabahan. Ketika kita mengarahkan hidup atas dasar nilai dan kebijaksanaan, dan akhirnya hasilnya tiba, itulah momen ketika harapan Stoik bertemu dengan kenyataan. Dan itu adalah perjumpaan yang manis, bukan karena hasilnya sempurna. Tapi karena kita telah menjalani proses dan hidup dengan baik lagi benar.

Harapan tidak selalu fisik. Tapi juga menjadi momen puncak bagaimana perjalanan batin dirasakan. Ada optimisme, ada cara berpikir positif. Karena bagi seorang Stoik, kebahagiaan sejati tidak datang dari dunia luar tapi dari kesesuaian antara tindakan dan nilai.  Jadi, saat kenyataan menyambut harapan, yang dirasakan bukan sekadar puas, melainkan damai karena tahu bahwa diri ini telah bertindak setia pada hal yang diyakini benar. Bahwa taman bacaan dan literasi sebagai jalan hidup itu benar adanya.

 

Maka siapapun, teruslah berharap bukan sebagai pelarian melainkan sebagai arah. Rawat harapan itu dengan tindakan dan kebijaksanaan, dan ketika waktunya tiba, kenyataan akan menjawabnya dengan manis. Jadilah literat, salam literasi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *