Sebelum Bilang Membaca Nggak Penting, Tolong Baca Dulu ya Kak

Membaca tidak penting tapi silakan baca dulu sebelum bilang begitu. Kalimat itu memang kontradiktif. Sama persis dengan mengatakan “Sekolah tidak penting, tapi harus sekolah dulu untuk bisa mengatakan itu.” Itulah bahan perenungan bersama. Untuk mengingatkan bahwa sebelum ber-argumen yang negatif, kita harus berpikir dan melewati terlebih dulu prosesnya. Jangan terburu-buru “menilai sesuatu” tanpa tahu prosesnya, tanpa tahu dampaknya untuk orang banyak atau bahkan hanya satu orang.

 

Siapapun boleh mengkritik taman bacaan. Siapapun boleh menolak membaca buku. Tapi sebelum mengkritik atayi menolak membaca sebaiknya bacalah terlebih dulu. Jalani proses membaca, rasakan membaca di taman bacaan. Baru berikan komentar atau tanggapan. Jangan di balik, belum lakukan apa-apa sudah mengkritik atau menolaknya. Apapun, sebelum mengkritik atau menolak tentu harus merasakannya terlebih dulu. Jangan ikut kata orang, apalagi menarik keseimpulan sendiri tanpa tahu prosesnya.

 

Seperti aktivitas membaca di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Anak-anak pembaca aktif dari 4 desa seminggu 3 kali bergerak ke taman bacaan. Tentu banyak motifnya. Ada yang ingin menambah pengetahuan, ada yang ingin bermain, ada yang hanya mengisi waktu, bahkan kini ada yang hanya menjaga rutinitas waktu semata. Apapun motifnya, semua sah-sah saja dan boleh. Di taman bacaan, membaca bukan untuk jadi pintar atau juara kelas. Membaca bukan agar terlihat intelektual. Sama sekali salah bila membaca untuk pintar. Sederhana saja, membaca itu memperbaiki diri karena membaca sendiri adalah perbuatan baik. Terus secara moral, apa mampu kita mengkritiknya atau menolaknya bila itu baik?

 

Justru dengan membaca di taman bacaan, siapapun jadi tahu betapa terbatasnya taman bacaan. Betapa susahnya meluangkan waktu untuk membaca. Betapa sulitnya mengajak anak-anak membaca. Maka taman bacaan dan membaca pasti punya keterbatasan, bahkan bergelimang masalah. Dan atas itu semua tidak harus diselesaikan, cukup dijalani saja. Karenanya, boleh kan membaca hanya sebatas kesadaran diri, sebatas pengalaman hidup atau bahkan sekadar “mencicipi luka” berkiprah di literasi. Kan kata orang bijak, luka tidak harus diobati tapi cukup dinikmati rasanya.

 

Maaf nih, sekarang ini banyak orang sok tahu. Bilang membaca tidak penting tapi tidak mau membaca dulu. Bilang taman bacaan tidak penting tapi tidak pernah injak kaki ke taman bacaan. Itu kan sama dengan bilang combro tidak enak tapi tidak pernah tahu rasanya combro. Kitas erring lupa, taman bacaan dan membaca tidak bisa dibahas dengan narasi. Karena hanya bisa jalani dan dinikmati prosesnya. Bila mau bilang kaya itu enak yaharus kaya dulu. Bila mau bilang miskin itu sakit yang pernah miskin dulu. Jangan karena “pintar belajar” lalu gampang bilang apa-apa tidak penting, Jangan karena “otak merasa cerdas” lalu buru-buru bilang tidak penting. Makanya untuk bilang membaca tidak penting ya harus membaca dulu.

.

Ivan Illich, seorang pemikir radikal dalam bidang pendidikan yang bilang meskipun sekolah sering dianggap tidak penting tapi kita harus melewati sistem sekolah itu sendiri. Pemikiran itu sejatinya hanya untuk menggugah kesadaran kita tentang sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar. Masih banyak alternatif tempat untuk belajar, termasuk pendidikan nonformal seperti taman bacaan, di mana setiap orang memiliki akses ke akses bacaan dan bahan belajar dan dapat berbagi pengetahuan dengan orang lain. Deschooling society, bahwa agen pembelajaran ya diri kita sendiri bukan institusinya. Siapapun bebas mau belajar di mana, mau membaca di mana pun? Karena sekolah atau taman bacaan, bukan satu-satunya tempat belajar tempat membaca.

 

Maka jangan bilang membaca tidak penting sebelum baca dulu. Jangan bilang taman bacaan tidak penting sebelum injak kaki ke taman bacaan. Jangan bilang sekolah tidak penting tanpa mau sekolah dulu. Itu sebuah kesadaran, sebuah perenungan diri.

 

Agar jangan sampai kita menggunakan tangga untuk naik. Tapi begitu sudah berada di atas lalu kita bilang tangga itu tidak penting lalu membuangnya. Karena biar bagaimanapun ilmu butuh akhlak, butuh adab! Salam literasi #TBMLenteraPustaka #CatatanLiterasi #TamanBacaan

Exit mobile version