Tahu Nggak? Karyawan Itu Resign untuk Tinggalkan Atasan, Bukan Pekerjaan

Data statistik HR menyebut 56% karyawan cenderung mencari pekerjaan baru saat sedang bekerja di suatu kantor. Bahkan belakangan, ada gejalan karyawan yang kategorinya bagus atau baik gampang mengambil keputusan untuk resign atau mengundurkan diri. Akibat merasa lingkungan kantornya sudah tidak sehat, polotik kantornya terlalu kotor atau atasannya ngeselin. Hebat sih, si karyawan berani resign di saat belum dapat pekerjaan baru. Berarti “dorongan” untuk pergi dari kantornya begitu besar.

 

Telisik punya telisik, karyawan yang baik bukan hanya resign. Tapi dia sudah kehilangan minat untuk tetap berada di kantornya. Resign atau mengundurkan diri “terpaksa” jadi pilihan. Apapun alasannya, yang penting keluar dulu dari kantornya. Apalagi harus berhadapan dengan politik kantor yang “aneh” dan atasan yang sangat arogan – subjektif. Begitulah faktanya, sekalipun tidak dapat digeneralisir ke semua kantor ya.

 

Bila dicermati, ternyata ada bebarapa alasan yang mendasari kenapa karyawan yang tergolong baik atau bagus resign dari kantornya, antara lain:

  1. Gaji dan kompensasinya tidak kompetitif. Merasa tidak sebanding dengan beban kerja. Bhakan tidak ada kenaikan rutin, bonus tidak jelas.
  2. Kurangnya apresiasi dan pengakuan. Ketika kerja si karyawan tidak diakui, motivasi jadi memudar. Merasa susah mendapat apresiawai walau cuma kata-kata, akhirnya membunuh semangat kerja.
  3. Atasan dan manajemen buruk. Banyak atasa bergaya “bossy”, terlalu arogan dan subjektif. Gaya kepemimpinannya pun toxic alias racum, kerjanya Cuma mencari kesalahan anak buah. Boro-boro bisa mendukung pengembangan si karyawan. Manajemen buruk jadi motif karyawan resign untuk menghindari atasan, bukan pekerjaan.
  4. Kantornya cuma mikromanajemen. Atasan fokusnya Cuma urusan ecek-ecek, bahkan tidak punya visi mau dibawa kinerja kantornya. Akhirnya kantor membangun mental ketidak-percayaan dan runtuhnya loyalitas karyawan.
  5. Akibat tekanan dan kerjaan yang over tanpa adanya apresiasi, maka lebih baik keluar dan pergi dari kantor.
  6. Tidak ada visi. Akhirnya setiap pekerjaan jadi rutinitas tanpa tujuan yang jelas. Pekerjaan jadi terasa tidak bermakna, karyawann kehilangan semangat dan minat untuk maju.
  7. Lingkungan kerja sudah tidak sehat alias politik kantornya kotor. Masih gerlaku hukum “asal bos senang” jadi bikin kantor tidak sehat, tidak objektif dan kehilangan hati nurani bahkan akal sehat. Budaya kerja jadi buruk atau tidak inklusif.
  8. Karyawan bagus malah dikucilkan. Situasi subjetif yang sulit dihindari sehingga membuat karyawan kehilangan talenta, apalagi pengembangan karier.
  9. Sudah malas kerja, pengen jadi entrepreneur tapi yang begini jarang.

 

Mungkin ke depan, dunia kerja dihadapkan pada masalah retensi karyawan. Banyak karyawan resign atau mengundurkan diri. Karyawan baik yang pergi bukan karena takut kerja keras. Bukan takut karena target atau harus berkinerja baik. Tapi karena sudah “muak” dengan politik kantor yang kotor, atasan yang arogan, arah kepemimpinannya bingung, komunikasi tidak jelas, dan hilangnya sikap menghargai di kantor. Jangan lupa, karyawan baik bukan tidak melulu menuntut gaji. Tapi hanya ingin bekerja di linkungan yang sehat, ada kepercayaan, dan diberi ruang untuk tumbuh. Bila ketiga itu hilang, maka karyawan baik pasti pergi.

 

Anehnya, data HR menyebut 93% perusahaan khawatir terhadap tingkat retensi karyawan. Tapi perusahaan sendiri tidak ada upaya untuk meretensi karyawan yang baik. Akhirnya gagal mempertahankan karyawan yang terampil, menguasai pekerjaannya dan berkontribusi nyata. Terlambat untuk membenahi masalah karyawan di kantornya.

 

Faktanya, banyak kantor dan atasan lupa. Karyawan itu bekerja bukan untuk kaya. Tapi untuk aktualisasi diri dan mau berkontribusi terhadap pekerjaannya sekalipun masa pensiunnya tidak tahu akan seperti apa? Gajinya habis untuk memenuhi kebutuhan bulanan, pendidikan anak atau sekadar berbagi ke orahg tuanya. Sekalipun si karyawan tidak punya dana pensiun, entah mau seperti apa saat resign atau berhenti bekerja?

 

Maka manajemen kantor atau atasan harus tahu. Retensi karyawan itu bukan cemilan gratis atau fasilitas mewah. Tapi sesuatu yang harus dirawat sepanjang bisnis masih mau maju. Dan yang penting, kini banyak karyawan baik “keluar” justru untuk meninggalkan atasan, bukan pekerjaannya. Sebab pekerjaan sih bisa di mana saja. Salam literasi!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *