Tahun 2025 sebentar lagi berakhir dan tahun 2026 segera datang. Banyak orang bikin resolusi dan menulis deretan daftar yang ingin dicapai di tahun depan, sambil mengevaluasi apa yang kurang di tahun 2025. Tahun yang berganti, seolah-olah isinya evaluasi yang lalu dan bikin rencana untuk masa yang akan datang. Apa iya begitu?
Pesannya sederhana, tahun kemarin atau tahun besok. Intinya, berhentilah membandingkan diri dengan orang lain dan mulailah jadi diri sendiri saja. Toh, kita tidak harus berjalan di jalan yang sama seperti orang lain. Hidup kita bukan perlombaan tentang siapa paling cepat, paling sukses, atau paling sempurna. Setiap orang punya cerita masing-masing, latar belakang dan waktu yang berbeda. Ingat, yang terlihat bahagia di media sosial belum tentu tidak berjuang di belakang layar. Dan yang tampak tenang, bisa saja sedang menyembunyikan badai dalam dirinya.
Maka jangan membandingkan diri dengan orang lain. Daripada terus membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik fokus pada apa yang bisa kita kerjakan hari ini dan memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Setiap kita punya potensi unik yang tidak dimiliki siapa pun. Setiap orang berbeda. Dan dunia butuh kehadiran kita, bukan versi palsu dari orang lain. Banggalah pada perjalanan kita, walaupun lambat. Percaya, selama kita terus bertumbuh, berbuat baik dan menebar manfaat, kita sedang menuju versi terbaik dari diri kita sendiri.
Tidak perlu membandingkan diri, jadilah diri sendiri. Itu ajakan untuk mengakhiri tahun 2025 dan memulai tahun 2026. Untuk hidup dengan kesadaran dan penerimaan diri, bukan hidup dari standar, ritme, dan pencapaian orang lain. Sebab setiap orang punya garis hidup yang berbeda. Sangat salah bila membandingkan diri seolah-olah semua orang start dari titik yang sama. Semua orang punya sumber daya, kesempatan, dan beban hidup yang sama. Faktanya tiap orang tidak sama, maka jangan membandingkan diri untuk menghakimi diri sendiri secara tidak adil.
Ketahuilah, apapun yang dibandingkan hanya melahirkan dua hal, yaitu iri atau rendah diri. Siapapun saat membandingkan, bila merasa lebih dari orang lain hanya memunculkan kesombongan semu. Sebaliknya bila merasa kurang dari orang lain maka yang muncul rasa tidak cukup. Keduanya, akan menjauhkan kita dari ketenangan batin.
Jadilah diri sendiri, bukan berarti berhenti bertumbuh. Ini bukan ajakan untuk pasrah, anti belajar atau menolak kritik. Tapi imbauan untuk fokus pada diri sendiri untuk bertumbuh dengan nilai, kecepatan, dan tujuan yang selaras dengan diri sendiri, bukan demi validasi orang lain. Fokus pada proses, bukan panggung orang lain. Media sosial dan lingkungan sering menampilkan hasil akhir, bukan proses panjang di baliknya. Membandingkan diri dengan hasil orang lain hanya membuat kita lupa tentang proses kita sendiri dan kemajuan kecil yang sudah dicapai.
Besok, jadilah diri sendiri. Agar tahu batas dan paham potensi diri. Bahwa setiap orang berbeda. Agar kita mengenali kekuatan dan keterbatasan, mengambil pilihan hidup yang realistis, dan tidak memaksakan diri hidup sesuai ekspektasi orang lain. Dan itu semua adalah bentuk kedewasaan, bukan kelemahan. Apapun alasannya, hidup bukan lomba seragam, melainkan perjalanan personal. Kita tidak diciptakan untuk menjadi versi orang lain, tetapi versi terbaik dari diri kita sendiri.
Jadilah diri kita sendiri dengan sepenuhnya. Begitulah prinsip yang dipegang teguh Pendiri TBM Lentera Pustaka yang disebarkan kepada relawan dan seluruh pengguna layanannya. Agar esok, bisa tumbuh menjadi manusia yang literat. Yaitu manusia yang tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain dan tetap menjadi diri sendiri. Karena sejatinya, tidak ada yang lebih berharga dari seseorang yang tahu siapa dia, apa tujuannya, dan bagaimana mencintai dirinya tanpa syarat. Salam literasi!
