Ini hanya sebuah catatan literasi. Banyak orang gagal karena niatnya ingin membuktikan kepada manusia. Bahwa dia mampu, dia bisa lalu ingin diakui dan dipuji orang lain. Bila hanya begitu, pantas gagal. Karena lebih suka seremoni daripada esensi.
Seperti orang yang membaca buku, bisa jadi tidak ada manfaatnya bila hanya ingin dibilang “kutu buku”. Atau ingin dipuji karena dianggap seoarag pembaca atau berkiprah di literasi. Membaca buku kok ingin dipuji, berkiprah di taman bacaan kok butuh pengakuan? Membaca buku itu perlu karena kita ingin bertumbuh, karena manusia perlu berpikir. Berkiprah di taman bacaan pun karena ladang amal, memilih jalan pengabdian yang tidak banyak dilakoni orang lain. Membaca buku atau berkiprah di taman bacaan, sama sekali tidak butuh pengakuan. Cukup dijalankan dengan komitmenn dan konsistensi sepenuh hati. Di luar itu hanya “gimmick”.
Pesan literasinya sederhan. Apapun, tidak usah membuktikan kepada siapapun. Maka kurangilah ikhtiar hanya untuk membuktikan apapun kepada manusia. Ingat, mereka yang percaya tidak butuh bukti dari kita. Dan mereka yang benci tidak akan pernah percaya apapun pada kita. Fenomenanya hari ini, siapapun yang kecil dihina, siapapun yang banyak dicurigai. Bila salah dicaci, dan benar pun tetap dighibahi. Jadi, untuk apa membuktikan?
Tidak semua orang mengerti dan mau memahami kita. Maka jangan terlalu sibuk menjelaskan apapun. Dan tidak perlu membuktikan diri kepada siapapun. Jadi, kerjakan saja apapun yang baik sepenuh hati. Jalankan yang bermanfaat dengan konsisten. Tanpa perlu membuktikan apalagi mencari pengakuan dari siapapun. Literasi itu perbuatan, bukan pengakuan.
Literasi itu perbuatan, bukan pengakuan. Membaca sebagai esensi bukan seremoni. Maka berhentilah mencari pengakuan. Ingat, mereka yang percaya tidak butuh bukti, dan mereka yang benci tidak akan pernah percaya apapun.
Literasi hanya perlu satu tempat untuk pembuktian dan pengakuan. Tempat yang pasti, yaitu Allah. Karena Dia yang paling tahu siapa kita dan bagaimana kita sebenarnya? Jadi, literasi hanya pantas diniatkan dan dibuktikan kepada-Nya. Sebagai ladang amal, jalan hidup pengabdian untuk menggapai ridho-Nya, bukan untuk diakui manusia.
Saat berliterasi dan aktivitas apapun, ridho Allah sudah cukup. Ketika allah sudah ridho, tidak penting lagi siapa yang memujidan siapa yang mencaci. Biarlah manusia menilai sesuka hati. Karena penilaian manusia tidak akan mengubah apapun dalam hidup siapapun. Ketika Allah sudah ridho, maka baik-buruknya pandangan manusia tidak ada gunanya.
Banyak orang pasti gagal ketika hanya ingin membuktikan kepada manusia. Tapi dapat dipastikan tidak akan pernah gagal ketika semua yang kita kerjakan mendapat ridho dari Allah SWT. Jadilah literat!
