Edukasi Dana Pensiun: Soal ROI di Dana Pensiun?

Industri dana pensiun perlu hati-hati. Ketika beban manfaat pensiun tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan iuran peserta. Saat membayar manfaat pensiun ke pensiunan nilainya lebihh besar dari iuran yang diterima. Maka akan terjadi ketimpangan arus kas. Jika iuran peserta tidak bertambah secara proporsional, arus kas keluar (benefit) melebihi arus kas masuk (kontribusi). Kondisi ini akan dapat mengganggu likuiditas dana pensiun, terutama yang masih bergantung pada iuran rutin untuk menutup pembayaran manfaat pensiun. Selain nilai aset kelolaan menurun, beban manfaat pensiun yang tumbuh lebih cepat dari iuran peserta berpotensi besar menggerus Return on Investment (ROI) dan akhirnya terjadi penyesuaian strategi investasi. Karena dalam jangka panjang, bisa menyebabkan underperformance. Maka dana pensiun sangat membutuhkan kepesertaan baru dan iuran aktif peserta tetap lebih besar daripada beban manfaat pensiun yang dibayarkan.

 

Kondisi nyata hari ini, data OJK per Mei 2025 mencatat ROI (Return on Investment) industri dana pensiun nasional sebesar 2,8%, turun dari 3% pada periode yang sama di tahun 2024 lalu. Kondisi terjadi akibat alokasi investasi dana pensiun yang cenderung konservatif.  Per Mei 2025, portofolio dana pensiun sebagian besar terdiri dari instrumen pendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara (SBN), obligasi korporasi, dan deposito, yang menyumbang sekitar 82,79 % dari total aset kelolaannya. Pilihan ini mencerminkan pendekatan konservatif dan fokus pada stabilitas likuiditas, tetapi membatasi potensi return yang diterima. Di sisi lain, penurunan yield pasar obligasi dan suku bunga acuan BI di akhir Mei 2025 turut menurunkan yield obligasi pemerintah, sehingga berdampak terhadap return portofolio pendapatan tetap dana pensiun. Dampak yield yang turun belum mampu diimbangi oleh pindah ke instrumen lain karena kebijakan yang masih hati‑hati dan konservatif dalam alokasi aset.

 

Hal yang patut dicermati, justru ada potensi beban manfaat pensiun dibayar meningkat, sementara iuran peserta baru yang melambat. Sebut saja per Mei 2025, beban manfaat pensiun naik 4,6% YoY sementara iuran peserta sukarela hanya tumbuh sekitar 1,9% YoY. Ketidakseimbangan antara liabilitas dan aliran iuran membatasi kemampuan dana pensiun untuk mencapai ROI yang lebih tinggi. Maka mau tidak mau, dana pensiun perlu menggenjot kesepesertaan baru, utamanya DPLK.

 

Harus diakui, tata kelola dan minimnya diversifikasi atas investasi menjadi tantangan tersendiri di dana pensiun. Banyak dana pensiun belum sepenuhnya melakukan optimalisasi tata kelola investasi dan masih bergantung pada pihak ketiga atau portofolio yang terlalu terbatas. Hal ini juga menurunkan potensi return jangka panjang yang seharusnya bisa dikembangkan melalui diversifikasi lebih agresif atau produk investasi alternatif.  Maka dapat dikatakan, turunya ROI dana pensiun hingga Mei 2025 lebih disebabkan industri dana pensiun cenderung menjaga stabilitas dan likuiditas ketimbang mengejar return tinggi. Dengan dominasi instrumen pendapatan tetap dan kondisi pasar keuangan yang belum mendukung, hasil investasi menjadi terbatas.

 

Secara realistis, industri dana pensiun di Indonesia hari ini menghadapi sejumlah tantangan strategis dan struktural dalam menjaga kinerja investasi di tengah dinamika pasar tahun 2025. Penurunan yield instrumen pendapatan tetap masih berpotensi terjadi, sebab mayoritas portofolio dana pensiun masih dialokasikan ke instrumen obligasi dan deposito, terutama SBN. Belum lagi ditambah ketidakseimbangan antara iuran dan kewajiban. Artinya beban manfaat pensiun tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan iuran peserta. Kondisi ini bisa mempersempit ruang manuver investasi karena arus kas cenderung ketat.

 

Belum lagi tingkat literasi peserta dan angka partisipasi yang rendah. Kepesertaan di DPLK masih rendah, terutama dari kalangan pekerja muda dan sektor informal. Akibatnya, aset kelolaan tumbuh lambat dan kontribusi fresh fund terbatas, sehingga diversifikasi investasi menjadi terbatas. Ditambah risiko eksternal dan volatilitas pasar. Dana pensiun yang bersifat jangka panjang, terpaksa tetap konservatif meskipun pasar sedang “tidak sedang baik-baik saja” agar tidak menanggung risiko likuiditas. Karenanya, kapasitas SDM dan tata kelola investasi harus terus dioptimalkan.  Maka ke depan, tantangan utama industri dana pensiun adalah soal ketergantungan pada portofolio konservatif di tengah turunnya yield, minimnya partisipasi peserta baru, serta keterbatasan diversifikasi dan kapasitas investasi.

 

Memang diperkirakan target pertumbuhan aset industri dana pensiun pada 2025 diproyeksikan mencapai 9–11% dari total aset per Mei 2025 sebesar Rp391,33 triliun. Target itu mungkin lebih menyasar ke DPLK, dibandingkan DPPK. Secara estimasi, ROI industri dana pensiun diperkirakann berada di kisaran 4,5% hingga 6%, hingga akhir tahun 2025, bergantung pada pemulihan pasar obligasi dan alokasi aset yang lebih agresif namun terukur. Karenanya, ROI industri dana pensiun diperkirakan masih meningkat namun tetap dalam rentang moderat karena pendekatannya yang konservatif. Hanya yang patut dipikirkan, bagaimana cara membangun kinerja inestasi dana pensiun yang lebih sustainable?

 

Dan lebih penting dari soal investasi, dana pensiun sangat membutuhkan kepesertaan baru dan iuran aktif peserta tetap lebih besar daripada beban manfaat pensiun yang dibayarkan. Salam #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun #YukSiapkanPensiun

 

Exit mobile version