Banyak orang dihantui rasa takut. Takut bersikap, takut bertindak bahkan takut diomongin orang. Akhirnya tidak berbuat apa-apa, tidak melakukan apa-apa kecuali omon-omon. Tidak ada alasan untuk takut, kecuali hanya kepada-Nya.
Memang benar, ketakutan itu naluri alami yang berfungsi untuk melindungi kita. Namun, jika terus didengarkan tanpa ditimbang, ia berubah menjadi penghalang. Ia membisikkan kegagalan sebelum kita mencoba, membayangkan bahaya sebelum kita melangkah, dan memaksa kita untuk diam ketika seharusnya kita tumbuh. Hidup dalam ketakutan membuat kita mundur selangkah demi selangkah dari potensi kita yang sejati.
Pengalaman saya membuktikan. Saat ingin mendirikan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Rumah peristirahatan yang dijadikan taman bacaan. Takut keluarga tidak setuju. Takut bisa dapat buku-buku bacaan dari mana? Takut biaya operasional (sekalipun sosial) buat bayar listrik atau wifi dari siapa? Takut tidak ada yang bantu untuk mengelola, sementara saya tinggal di Jakarta? Dan masih banyak lagi ketakutan dan kekhawatiran yang menghantui. Tapi nyatanya setelah dikerjakan dan dijalani, kini sudah berjalan 8 tahun dan Alhamdulillah terus berkembang pesat. Dari jumlah anak-anak yang membaca dan dilayani, dari jumlah relawan, hingga biaya operasional pun tidak masalah. Selalu ada orang-orang baik yang membantu TBM Lentera Pustaka hingga kini.
Jangan takut, kecuali hanya pada-Nya. Ternyata, banyak impian tidak pernah lahir bukan karena tidak mungkin, tapi karena terlalu cepat dikubur oleh kekhawatiran. Ketakutan yang membatasi cakrawala kita dan menyempitkan dunia hingga hanya ada ruang untuk keraguan. Padahal, kehidupan yang bermakna bukanlah yang bebas dari rasa takut, tapi yang dijalani meski rasa takut masih ada. Keberanian bukanlah ketiadaan ketakutan, tetapi keputusan untuk tidak dikuasai oleh rasa takut.
Jika kita terus membiarkan ketakutan memegang kendali, kita bisa saja hidup lama secara fisik. Tapi jiwa kita telah lama mati; tidak pernah benar-benar mencinta, mencoba, gagal, atau menang. Maka, hiduplah sepenuhnya sesuai potensi dan keberanian yang kita miliki. Dengarkan ketakutan, tapi jangan jadikan ia kompas. Gunakan akal dan hati, dan berjalanlah terus, bahkan jika kakimu gemetar sekalipun.
Buang jauh-jauh rasa takut. Dan bila sudah dijalani dengan berani, tidak usah banyak bicara apalagi klarifikasi. Asal hidup di jalan yang lurus, mau berbuat baik dan menebar manfaat, lanjutkan saja. Ingat, kita tidak butuh drama dalam hidup. Karena hidup hanya butuh hati nurani dan akal sehat, berjalan seiring sejalan sampai kapanpun. Jangan takut membaca, jadilah literat!