Kisah Lilo dan Dunia Tanpa Buku

Di tahun 2050 nanti, ada seorang anak bernama Lilo, berumur 10 tahun. Ia tinggal di suatu kota, di mana semua orang bergantung pada robot dan layar hologram. Tidak ada lagi buku di rumah, di sekolah, bahkan di perpustakaan. Karena semua pengetahuan langsung “diunggah ke otak” lewat chip digital. Begitulah hidup di puluhan tahun mendatang.

 

Awalnya Lilo senang. Ia tidak perlu membaca. Ia tinggal duduk, lalu chip di belakang telinganya akan mentransfer semua pelajaran ke pikirannya. Tapi semakin lama, Lilo merasa… kosong. Semakin terfasilitasi dunia digital, justru semakin kosong.

 

Ia tahu fakta, tapi tidak bisa menceritakannya dengan baik. Ia tahu cerita, tapi tidak pernah merasakan petualangannya. Ia bisa menjawab soal, tapi tidak bisa membayangkan dunia lain. Suatu hari, Lilo menemukan sebuah benda tua berdebu di loteng rumah neneknya, ternyata itu adalah sebuah buku cerita berjudul “Petualangan di Hutan Ajaib.”

 

Karena penasaran, Lilo mencoba membacanya. Kata demi kata, halaman demi halaman… ia mulai tersenyum, tertawa, dan membayangkan hutan yang penuh makhluk lucu, pohon yang bisa bicara, dan langit yang bersinar warna-warni.

“Kenapa tidak ada lagi buku seperti ini?” pikir Lilo.

 

Ia pun mulai mencari buku-buku lain. Ia pergi ke kota tua, bertemu orang-orang yang masih menyimpan buku-buku lama. Lilo mulai membuat klub kecil bersama teman-temannya, sebutlah Klub Petualang Kata”. Mereka membaca, menulis, dan bercerita seperti dulu orang-orang melakukannya, seperti anak-anak yang ada di taman bacaan.

Dan siapa sangka, ketika semua orang sibuk dengan teknologi, Lilo dan teman-temannya menemukan kekuatan baru: kekuatan imajinasi. Hanya karena Lilo masih mau membaca buku manual, membaca kata demi kata yang ada di halaman buku. Sebagai bukti, dunia tanpa buku memanglah hampa, seperti sayur tanpa garam.

 

Banyak orang terlalu cinta era digital, lalu meremehkan membaca buku manual. Hingga lupa, membaca buku bukan hanya menyimpan informasi, tapi juga menghidupkan imajinasi, empati, dan rasa ingin tahu. Jangan biarkan masa depan kehilangan keajaiban akibat tidak lagi mau akrab dengan buku. Dunia tanpa buku itu hampa. Salam literasi!

Exit mobile version