Ini sekadar cerita tentang taman bacaan. Setiap Minggu pagi sebelum dimulainya aktivitas di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak, saya selaku Pendiri TBM sudah terbiasa memimpin langsung kegiatan di bagian awal seperti sholawatan – bernyanyi bersama “gemar membaca” dan berikutnya memberi motivasi, nasihat atau pengumuman apapun terkait aktivitas TBM Lentera Pustaka. Selain untuk menjaga komunikasi dengan anak-anak pembaca aktif dan pengguna layanan, hal itu saya lakukan sendiri sebagai bagian dari keterbukaan tata kelola taman bacaan. Mau realitas pahit atau manis yang ada di TBM, selalu dinyatakan secara terbuka. Karena sejatinya, begitulah literasi bekerja dan bertindak yang semestinya.
Setelah sesi saya, berikutnya anak-anak meluncur ke Kebun Baca untuk mengikuti aktivitas yang dipimpin wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka. Dari pukul 10.00 s.d. 12.00 WIB, ratusan anak mengikuti aktivitas “Laboratorium Baca”. Mulai dari membaca bersuara, senam literasi, bermain games, atau berbagi cerita dari buku bacaan. Turut menyaksikan para ibu yang mengantar anaknya ke TBM. Lagi-lagi, semuanya di TBM selalu ditransparankan dan dikelola dengan sepenuh hati. Agar tercipta tradisi komunikasi yang apa adanya dan lebih objektif.
Literasi sering dibahas di mana-mana. Taman bacaan pun sering di omongin, dari yang serius hingga informal. Mabuk literasi, energi literasi, hingga semangat literasi selalu digemuruhkan. Bahkan tidak sedikit prasangka pun ada di taman bacaan. Karena itu, satu hal yang dijaga di TBM Lentera Pustaka.. Untuk selalu “urus dan kelola taman bacaan” dengan penuh komitmen dan konsistensi. Karedna apapun alasannya, taman bacaan tidak cukup hanya didirikan. Tapi setelah itu, lebih sering ditinggal atau tidak diurus sama sekali. TBM yang dikelola dengan “setengah hati”. TBM bukan panggung, bukan pula sekadar identitas atau idealism semu.
Urus taman bacaan, Kelola TBM. Itulah yang saya lakukan sebagai Pendiri TBM Lentera Pustaka yang didukung oleh wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka sevara Bersama-sama. Maka kini, tidak kurang dari 223 anak tercata sebagai pembaca aktif di TBM Lentera Pustaka bahkan ada 360 pengguna layanan per minggu di TBM yang dikenal aktif dan komprehensif. Bahkan di bulan Juni 2025 ini, TBM Lentera Pustaka pun meluncurkan “Podcast Literasi – TBM Lentera Pustaka” dengan ruangan khusus yang lebih literat.
Jadi, cukup urus taman bacaan. Agar selalu ada anak-anak yang membaca, selalu ada buku-buku yang cukup untuk dibaca. Dan yang penting, ada komitmen dan konsistensi yang selalu dijaga ditaman bacaan. Selebihnya biarkan Allah SWT yang menentukan bagaimana taman bacaan ke depannya?
Literasi harus lebih membumi, lebih konkret. Literasi yang diurus, taman bacaan yang deklola dengan baik. Bukan literasi atau taman bacaa yang hanya “dibesarkan” melalui kata-kata atau ruang seminar. Literasi jangan ditinggal, apalgi diabaikan. Apalagi bila kita mengaku pegiat literai atau aktivitas tamann bacaan. Karena sejatinya, literasi hanya lahir dan hadir dari aksi nyata, dari Tindakan konkret di lapangan, di akar rumput.
Sebab, tidak ada teori yang paling benar dalam literasi. Tidak ada pula teori paling hebat di taman bacaan. Yang ada hanya “praktik baik” yang dikerjakan di taman bacaan, bukan yang didiskusikan. Jadi cukup, urus TBM agar tetap eksis dan ada untuk masyarakat. Literasi yang bermartabat, taman bacaan yang bermanfaat.
Karena apapun tergantung aksi, bukan narasi. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #UrusTBM #TamanBacaan