Membaca di Bawah Sorotan Matahari

Oplus_0

Bila datang dan berkunjung ke TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor tiap Rabu dan Jumat sore saat matahari jelang terbenam, Anda akan mendapati anak-anak yang membaca buku di bawah sorotan sinar matahari. Senja yang menyinari buku-buku bacaan, yang ada di genggaman tangan anak-anak kampung. Sebuah budaya gemar membaca yang sudah terbentuk di taman bacaan, minimal 8 tahun terakhir.

 

Anak-anak yang membaca di bawah sorotan matahari, tentu bukan untuk dikasihani. Tapi justru mereka jadi contoh pentingnya membangun perilaku dan pikiran baik melalui buku bacaan. Membangun kebiasaan membaca yang mungkin sudah banyak ditinggalkan orang. Kebiasaan melangkahkan kaki ke taman bacaan sebagai “kekuatan baru” di tengah hiruk pikuk dunia digital. Jadi membaca, bukan lagi soal pintar, punya wawasan atau apapun yang indah-indah. Tapi soal adanya alokasi waktu bersama buku secara manual, sebagai penyeimbang aktivitas anak sehari-hari.

 

Aristoteles pernah bilang, kekuatan sejati dari pikiran manusia terletak pada perilaku dan pola pikir yang positif, konsisten, dan berfokus pada hal-hal yang baik. Kebiasaan berpikir baik tidak hanya membentuk cara kita memandang dunia, tetapi juga mengarahkan tindakan kita menuju tujuan yang bermakna. Persis, seperti anak-anak yang rutin datang ke taman bacaan.

 

Pikiran kita itu ibarat tanah. Jika kita menanam benih berupa perilaku dan pikiran positif, seperti membaca buku, optimis, memiliki harapan, dan selalu bersyukur, maka pohon yang tumbuh pasti akan menghasilkan “buah” kebaikan, keberanian, kebahagiaan, dan kesuksesan. Namun, jika tanah itu dipenuhi dengan gulma berupa perilaku fan pikiran negatif, seperti ketakutan dan keraguan, ia akan menghambat pertumbuhan dan membuat pikiran kita rapuh dengan sendirinya.

 

Berpikir baik adalah kebiasaan yang harus dilatih. Perilaku baik pun harus dibiasakan. Maka pilihlah tempat bergaul yang menghadirkan kebaikan, baik perilaku dan pikiran. Batasi diri untuk tidak bergaul dengan semua orang. Karena kualitas diri kita bukan terletak pada seberapa banyak orang mengenal kita. Tapi seberapa kita bermanfaat untuk orang lain atau kebiasaan baik apa yang kita jalankan secara konsisten? Ingat sehebat apapun kita, tidak akan pernah bisa “menyenangkan” semua orang. Apalagi orang-orang toxic (racun), yang matanya hanya pandai menilai orang lain tanpa bisa menilai diri sendiri.

 

Sama seperti seorang atlet yang melatih tubuhnya untuk menjadi kuat, mereka harus melatih pikiran agar menjadi lebih tangguh, punya tekad untuk bersaing dan menang. Latihan dan latihan untuk berprestasi.  Dengan membiasakan berpikir positif dan konstruktif, setiap atlet hanya bisa melihat peluang di balik tantangan. Bukan keluhan di saat latihan. Tidak ada taman bacaan yang baik bila tidak diurus dengan baik. Tidak ada pula penulis buku yang lahir dari “sibuknya pergaulan”. Mereka semua hadir karena mampu mengatur waktu dan terbiasa dengan perilaku dan pikiran yang baik.

Sudah pasti, pikiran yang kuat tidak dibangun dalam semalam, melainkan melalui proses panjang. Semakin sering kita memilih untuk berpikir baik, semakin kuat pikiran kita dalam menghadapi tantangan hidup. Semakin berani kita bersikap untuk produktif, semakin dekat tujuan jadi kenyataan. Sebab, kekuatan pikiran bukan hanya tentang seberapa cerdas kita. Tapi bagaimana kita memilih untuk memandang dunia dengan optimisme dan memilih untuk menjadi lebih baik?

Belajar dari anak-anak yang membaca di bawah sorotan matahari. Ada pesan penting, bila kita ingin memiliki perilaku dan pikiran yang kuat mulailah dari kebiasaan kecil: bersyukur, melihat sisi baik dari setiap kejadian, percaya pada potensi diri serta membaca buku yang dijadikan kebiasaan. Buku jangan hanya didiskusikan apalagi diseminarkan. Tapi buku harus dibaca, karena tafsirnya bisa menjadi berbeda di antara pembacanya. Selagi masih mau membaca, di situ ada latihan untuk berperilaku dan berpikir yang baik. Sebab, perilaku dan pikiran yang terbiasa baik adalah dasar perolehan kebaikan atas diri kita sendiri di masa depan.

 

Tidak ada ruginya membiasakan perilaku dan pikiran baik, semuanya akan kembali kepada diri kita sendiri. Dan biarkan bila di sekitar kita, masih ada orang-orang yang belum mau baik karena itu tanggung jawab mereka sendiri. Dan ingat, tidak ada teori yang paling benar tentang kebaikan manakala kita tidak “mempraktikkan” kebaikan itu sendiri. Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #MembacaBuku #SorotanMatahari

Exit mobile version