Tidak semua orang bisa mengajar. Karena mengajar, guru sejatinya sedang menginspirasi harapan, menyalakan imajinasi, dan menanamkan kecintaan belajar.
Tidak sepenuhnya benar, bila mengajar dianggap mencerdaskan anak bangsa. Belajar pun bukan untuk pintar. Karena di dalam ruang kelas yang penuh dinamika, guru sejatinya memainkan peran bak seniman. Harus bisa memilih kata dengan bijak, membentuk suasana yang positif, dan menyesuaikan orientasi belajar dengan keunikan tiap siswa. Guru dan siswa berproses untuk mematangkan diri, menemukan sikap yang pas. Guru yang merangkai nilai ke dalam pelajaran, membimbing dengan empati, dan menunjukkan integritas melalui keteladanan. Di sanalah mengajar berubah dari keterampilan teknis menjadi karya batin yang mendalam. Mengajar dengan hati.
Setelah 31 tahun lebih Mengajar di kampus Universitas Indraprasta PGRI dan 8 tahun menekuni Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, ternyata benar mengajar memang bukan sekadar mengisi kepala dengan informasi, melainkan mengukir jiwa. Mengajar yang sejati tidak hanya berfokus pada nilai atau hasil ujian. Tapi peduli pada bagaimana siswa atau mahasiswa berpikir, bersikap, dan melihat dunia dengan caranya. Hingga mampu berproses di dunia nyata, berkarya untuk sesama atas dasar akhlak dan karakter. Sebab ilmu tanpa karakter bisa menciptakan kepintaran yang berbahaya. Di situlah, mengajar bukan lagi mendidik dengan otak, tapi harus melibatkan hati.
Seperti konsep “deep learning” dalam pendidikan, belajar bukan untuk mengejar nilai ujian atau rapor yang bagus. Tapi berproses untuk mengerti nilai-nilai dari pembelajaran. Ada makna yang mendalam dari belajar, yang tidak terbatas juara kelas atau punya nilai bagus. Karena pendidikan, filosofinya bukan menjawab soal. Tapi membangun jiwa yang kuat, jujur, dan tangguh. Itulah mengapa mengajar disebut seni tertinggi, karena buahnya bukan hanya kecerdasan, tapi kemanusiaan. Mengajar untuk kemanusiaan, bukan untuk kesuksesan.
Mengajar itu lebih dari apapun, adalah warisan yang bertahan seumur hidup dan selamanya untuk mereka yang mengenangnya. Bahwa setiap siswa sadar mau belajar dan berani berpikir. Karena pada akhirnya, siapapun yang tahu akan melakukan dan yang mengerti akan mengajar. Salam literasi!