Ternyata, manusia itu lebih senang mengejar keindahan yang palsu daripada menghadapi kebenaran yang pahit. Begitu kata Fyodor Dostoyevsky, seorang novelis dari Rusia yang karyanya sering mengeksplorasi tema ilusi, penderitaan, dan sifat manusia yang kompleks. Memang manusia cenderung menghindari kenyataan yang pahit dan lebih memilih kenyamanan dalam ilusi atau keindahan palsu.
Entah kenapa, manusia sering kali takut menghadapi kebenaran yang menyakitkan. Karena bisa mengguncang keyakinan, kenyamanan, atau harga dirinya. Sebaliknya, manusia cenderung membangun dunia yang penuh dengan ilusi, baik dalam bentuk harapan palsu, kebanggaan semu, atau bahkan ideologi yang menutupi realitas hidup. Agar mendapat kesan baik di mata orang lain. Hidup jadi semakin semu.
Bila membaca novel-novel Dostoyevsky seperti Notes from Underground dan The Brothers Karamazov, selalu ada gambaran tokoh-tokoh yang berjuang antara menerima kebenaran yang menyakitkan atau hidup dalam ilusi. Ia menunjukkan bahwa sering kali manusia lebih memilih kebohongan yang menyenangkan daripada realitas yang keras, karena itu memberikan rasa aman, meskipun semu. Lebih berpihak pada kesenangan sesaat daripada kenyamanan yang orisinal.
Seperti yang terjadi di media sosial. Ada banyak gejala yang lebih menyukai keindahan yang palsu daripada kebenaran yang pahit. Lebih senang yang kamuflase daripada yang apa adanya. Lebih senang mempromosikan idealisme daripada aksi nyata ke banyak orang. Maka untuk melatih kebenaran yang pahit, bergaullah di taman bacaan. Bimbing anak-anak yang membaca, berantas buta aksara, ajarkan kelas prasekolah, hingga jalankan motor baca keliling seperti yang dikerjakan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.
Memang, orang lebih suka menipu dirinya sendiri dengan mitos kebahagiaan daripada menghadapi penderitaan yang bisa membawanya pada pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan. Jadi bertanyalah, mau sampai kapan? Salam literasi!