Literasi Itu Merangkak dalam Gelap Bertahun-tahun untuk Menemukan Cahaya Kecil di Ujung

Banyak orang suka bicara soal kemajuan. Kisah sukses yang dibagikan. Lalu, tidak sedikit yang berpikir maju dan sukses itu seperti menekan saklar lampu. Sekejap, semuanya bisa terang. Ditambah seminar motivasi, jadilah sukses dan maju di depan mata. Persepsi yang salah tentang kemajuan, juga kesuksesan. Karen afaktanya, kemajuan tidak pernah seindah dongeng. Kesuksesan tidak segampang bercerita. Maju itu lambat. Sukses itu berat. Keduanya melewati jalan terjal, bahkan penuh luka. Kadang, kita harus merangkak dalam gelap bertahun-tahun sebelum satu cahaya kecil tampak di ujung jalan.

 

Seperti berkiprah di taman bacaan, semuanya butuh proses. Tidak ada kemajuan atau kesuksesan berliterasi atau taman bacaan yang permanen. Literasi itu jalan sunyi pengabdian. Taman bacaan iutu jalan terjal yang sepi. Saat berani “nyemplung” di literasi dan taman bacaan hanya butuh komitmen dan konsistensi. Di luar itu, hancurlah literasi dan taman bacaan itu sendiri. Apapun, tinggal nama, tinggal angan-angan bila tidak dilandasi komitmen dan konsistensi. Karenanya tidak ada taman bacaan yang buru-buru menyebut maju atau sukses. Semuanya hanya berproses, menjalani tiap langkah yang harus dijejaki. Literasi bisa bertahan bukan untuk satu bulan, satu tahun atau beberapa tahun. Tapi literasi dan taman bacaan bisa bertahan seiring laju peradaban, bersaing dengan era digital dan gaya hidup manusia. Tidak ada kata maju dan sukses dalam literasi dan taman bacaan. Yang ada hanya “praktik baik” tanpa tahu hingga kapan?

 

Kita sering diajari maju dan sukses ada di ruang-ruang kuliah atau seminar. Bahkan katanya, maju itu ada di buku-buku mewah. Tapi di saat yang sama, kita belajar dari negeri ini, tidaksedikit orang yang dipaksa diam saat menyuarakanketidak-adilan. Mereka yang dihukum karena berani bicara lantang tentang kebobrokan. Terpenjara karena berani berpikir kritis. Di negeri ini, melawan ketidak-adilan dan mencegah kebobrokan bisa jadi di-bully ramai-ramai. Hingga ujungnya, akses buku bacaan terbatas, tidak banyak tempat anak-anak untuk membaca. Maka jelas, di zaman begini. kemajuan atau kesuksesna tidak pernah datang dengan tepuk tangan. Tapi datang dengan keringat, air mata, bahkan darah.

 

Marie Curie, perempuan yang brilian dan ilmuwan besar sudah katakan. Bahwa kemajuan  harus menempuh jalan yang nyaris mustahil. Ilmu tidak jatuh dari langit. Penghargaan tidak datang cuma karena kita lahir. Apa masih pantas kita terbuai oleh tepuk tangan dan pujian? Sungguh, tidak ada kemajuan sedikit pun tanpa perjuangan. Tidak ada sukses tanpa pengorbanan. Segalanya dicapai dengan kerja keras yang tidak kelihatan oleh mata orang banyak.

 

Begitulah hidup. Kita bisa saja iri pada orang yang sudah “di atas”. Tapi kita jarang mau tahu berapa kali mereka jatuh, sepi, diremehkan, atau dihina sebelum sampai di sana? Jadi, bila kita masih berharap maju itu urusan cepat dan sukses itu gampang, mungkin kita memang belum benar-benar sedang berjuang. Kita belum siap melangkah dan menginjak “duri” yang berserakan.

 

Maka jangan pernah kira menyangka kemajuan itu hadiah. Ia adalah hak, tapi hanya bagi yang mau membayar harganya dengan sabar, kerja keras, dan keyakinan yang tidak pernah putus, bahkan saat dunia seolah-olah tidak berpihak sekalipuna. Literasi kemajuan hanya omong kosong bisa lahir dari narasi tanpa aksi.

 

Dan tidak ada maju atau sukses tanpa membaca buku. Karena maju atau sukses itu, berarti mau merangkak dalam gelap bertahun-tahun untuk menemukan cahaya kecil di ujung jalan. Siapkah kita begitu? Salam literasi! #TBMLenteraPustaka #LiterasiKemajuan #TamanBacaan

 

Exit mobile version