Tepuk Tangan Itu Tidak Selalu Dukungan

Kita sering mengira bahwa tepuk tangan sebuah dukungan atau pujian. Sebab dari kecil, kita diajarkan orang tua sejak kecil. Bahwa tepuk tangan atau berarti “kita benar”, “kita hebat”, “kita berhasil”. Begitu tulusnya orang tua memberi tepuk tangan. Sebagai simbol kebanggan dan menerima kita apa adanya.

Tapi seiring waktu berjalan, di dunia pekerjaan, karier, bahkan profesional. Ternyata tepuk tangan tidak selalu dukungan. Tepuk tangan tidak lagi sesederhana yang kita pikirkan dulu. Di era persaingan. Kini tepuk tangan punya “dua wajah”, 1) tepuk tangan sebagai ekspresi atas keberhasilan dan 2) tepuk tangan untuk menunggu momen kajatuhan kita. Maka, tepuk tangan hari ini jadi media “kamuflase” atau kepura-puraan yang berbalut pujian.

Kenyataannya hari ini, ada orang mengaku profesional dan mengemis-ngemis untuk bisa memimpin suatu organisasi. Tapi begitu terpilih, tumbuh menjadi pemimpin yang arogan dan sangat subjektif. Dia bertepuk-tangan tidak lagi untuk mendukung orang lain, melainkan untuk mengambil momen berbuat seenaknya. Tepuk tangan sambil tersenyum, karena dirinya merasa berhasil merebut “kekuasaan” walau tidak mutlak. Tepuk tangan kepura-puraan selalu ada di kalangan orang-orang yang mengaku profesional.

Ketika tepuk tangan bukan lagi bentuk dukungan. Maka di situlah “self-leadership” diuji. Kita harus memahami, tepuk tangan tidak lagi bentuk dukungan. Tidak semua tepukan atau sorakan adalah pujian. Justru di balik tepuk tangan, sering kali tersirat makna “menginginkan” keruntuhan orang lain.

Karenanya, hati-hati dengan tepuk tangan orang lain. Karena tepuk tangan itu tidak selalu dukungan. Sebagai manusia yang terus bertumbuh, kita perlu menyadari tidak semua yang tersenyum itu teman. Tidak semua yang mengangguk itu sejalan dengan Langkah kita. Tidak semua yang memuji itu ingin kita naik. Dan tidak semua tepuk tangan adalah dukungan. Bisa jadi di balik itu, adalah harapan agar kita tersandung.

Kadang, mereka yang bertepuk tangan hanya ingin “kursinya” tetap aman saat kita mulai melampaui mereka. Akibat mereka yang katanya profesional itu tidak ingin ada yang mengkritisi, tidak ingin ada yang melampaui dirinya, dan bahkan tidak boleh ada yang membantah keputusannya. Dan itu tidak apa-apa tapi kita harus menentukan sikap terhadapnya. Sebab ada tepuk tangan yang diniatkan untuk menyelamatkan posisinya.

Hindari tepuk tangan, karena kita sejatinya hanya memimpin diri kita sendiri. Tempat di mana validasi eksternal bukanlah kompas utama kita. Ketika tepuk tangan bukanlah dukungan tapi hanya kepura-puraan. Karenanya, perbaiki misi hidup bukan untuk memuaskan ekspektasi orang lain. Tapi untuk memaksimalkan versi terbaik dari dirimu sendiri.

Steve Jobs pernah bernasihat. “Waktu kita terbatas, maka jangan sia-siakan hidup mengikuti kemauan orang lain” Jadi bila ada yang tepuk tangan tapi perilakunya arogan hindari segera. Bila ada yang berkata-kata manis tapi tindakannya sebaliknya, cukup dijauhi. Dan kalau ada yang tepuk tangan tapi nada suaranya miring, senyumin aja. Karena mereka tidak punya pengaruh terhadap lajut kita. Kita tetap jalan, bergerak, dan tumbuh sesuai dengan kompetensi yang kita miliki.

Teruslah berkiprah sesuai kapasitas kita, berikan versi terbaik di mana pun berada. Biarkan pencapaian kita membuat mereka yang bertepuk tangan karena kamuflase matanya terbelalak, otaknya terbakar. Karena mereka bingung, atas prasangkanya sendiri atas sikap subjektif yang diusungnya sendiri. Hingga saatnya, mereka akan kehabisan alasan untuk meragukan kita. Hingga tepuk tangannya tidak lagi mengeluarkan suara.

Tepuk tangan kamuflase kini marak di dunia profesional. Terkesan memberi dukungan padahal tidak. Terkesan memuji padahal ingin menjatuhkan. Bila kita pernah merasa tersoraki tapi bukan didukung, cukup pergi dan menjauh. Lalu katakan: “Kita memilih untuk tetap bertumbuh di tempat lain yang menghargai kita”.

Belajarlah tepuk tangan dengan ketulusan, seperti orang tua kita dulu. Jadilah lebih jujur sebagai profesional. Bukan bertepuk tangan dan senyum hanya untuk meraih kekuasaan atau jabatan. Profesional itu jujur dan objektif, bukan sebaliknya.

Maka jangan kagum dengan tepuk tangan. Lebih baik berikan tepuk tangan untuk diri sendiri, untuk merayakan kemenangan kecil terhidnar dari orang-orang profesional yang kamuflase (munafik). Jangan tertipu dengan pujian dan omongan, karena nyamuk banyak mati karena tepuk tangan. Tetaplah tenang dan profesional tanpa berharap ada tepuk tangan. Lakukan semuanya dengan tulus, sebab semesta selalu punya cara membalasnya dengan indah!

Exit mobile version