Catatan Literasi Akhir Tahun 2025: Dari Ridwan Kamil Hingga Tanggung Jawab Pribadi, Bukan Kata Orang Lain

Oplus_131072

Dalam sebuah obrolan ringan bersama ketiga anak saya, mantu, dan istri di Kota Lama Semarang, saat menjemput anak bontot yang libur kuliah di FK Unnes (25/12/2025), akhirnya saya berpesan kepada mereka. Bahwa kekuatan sejati yang dimiliki seseorang itu lahir saat kita mampu bangkit tanpa tepuk tangan dan tetap tegak melangkah tanpa sorotan. Jadilah diri sendiri, jangan mengikuti pikiran dan prasangka orang lain. Bukan berarti kita menolak kehadiran orang lain, tetapi kita tidak menjadikannya syarat untuk bertahan.

 

Saat diri sendiri menjadi sandaran utama, hidup itu terasa lebih jujur. Kita tidak mudah runtuh, karena fondasinya berada di dalam diri, bukan di tangan orang lain. Sebab sehebat atau sekacau apapun hidup adalah tanggung jawab pribadi. Hidup itu dibangun oleh keyakinan personal atas bimbingan Allah SWT. Hidup yang hidup yang tidak bergantung pada belas kasihan, apalagi skenario mereka.

 

Karenanya, biarkan terus apapun ya g baik. Ikhtiarkan dengan sungguh-sungguh, selebihnya percayakan kepada sang pencipta. Percayalah keinginan sebaik apapun tidak akan pernah terwujud hanya dengan berharap. Apalagi mengikuti pikiran orang lain. Dari situ, tersirat pesan, siapapun harus terus melangkah di atas kekuatan kaki sendiri. Dan setiap langkah menuntut keberanian untuk gagal dan bangkit kembali. Memang begitu siklusnya, ada memang ada kalah. Ada senang ada sedih dalam hidup sudah biasa, asal tetap berdiri tegak tanpa pengaruh orang lain.

 

Cara berpikir yang kokoh memang terasa keras, bahkan mungkin banyak yang tidak suka. Tapi di balik pola pikir itu, lahir ketangguhan yang alami. Seseorang yang  tumbuh dan sadar, tidak semua tangan akan siap menolong, dan tidak semua keadaan akan ramah. Hingga lahir yang namanya kemandirian, mampu mengambil keputusan, serta keteguhan menghadapi konsekuensi tanpa menyalahkan siapa pun. Semuanya tanggung jawab pribadi, semuanya ada konsekuensinya.

 

Hari ini Ridwan Kamil dihujat. Aura Kasih difitnah. Banyak koruptor di penjara, sebagian rakyat dizolimi, dan pemerintah pun dianggap tidak becus mengurus bencana Sumatera. Begitulah realitas hidup, ada yang menghujat, membenci, memfitnah memuji, bahkan menzolimi. Satu pelajaran pentingnya, kita di mana pun tidak akan pernah mampu menyenangkan semua orang. Jadi, kembalikan pada pikiran dan perbuatan diri sendiri. Tanggung jawab pribadi.

 

Nilai terbesar dari cara pikir dan sikap kokoh itu bukan sekadar hasil yang dicapai. Melainkan karakter yang terbentuk. Dan perjalanan atau perjuangan akan terus berlanjut ke depan. Saat berhasil, kita jadi tahu buah dari jerih payahnya kita sendiri. Saat gagal pun, kita belajar tanpa kehilangan harga diri. Dari situ, terbangun harkat dan martabat yang terus tumbuh berproses dan kekuatan batin yang kian kokoh.

Oplus_131072


Suka suka pasti ada, pahit manis selalu ada dalam hidup. Maka mampu bangkit tanpa tepuk tangan dan tetap tegak melangkah tanpa sorotan itulah spiritnya. Karena siapapun tidak harus sempurna, sebab kesempurnaan itu hanya milik sang pencipta. Mengejar kesempurnaan bisa membuat kita lupa bahwa ada keindahan dalam ketidak-sempurnaan. Dan akhirnya kita masih mau belajar, terkadang dalam kekurangan kita menemukan kekuatan dan keunikan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

 

Jadi berjalanlah di atas kaki sendiri, jangan berproses di atas pikiran dan prasangka orang lain. Tidak semua orang harus disenangkan, dan tidak semua urusan harus digubris. Teruslah melangkah atas niat baik, ikhtiar dan doa yang terus dipanjatkan. Salam literasi!

Exit mobile version