Sudah sembilan tahun ini, hidup saya berubah. Bukan karena jabatan, bukan karena gaji. Tapi karena keputusan menjadi self-employee. Tidak lagi bekerja di suatu kantor, tidak lagi bekerja di perusahaan asuransi jiwa multinasional yang membesarkan karier saya. Kini tidak punya kantor tetap. Tidak ada ada atasan. Yang ada hanya diri sendiri dan tanggung jawab personal atas diri sendiri dan keluarga. Ini bukan pilihan hidup tapi jalan hidup.
Dari perjalanan karier yang sudah dilalui, bekerja untuk diri sendiri atau self employee memang tidak mudah. Tapi harus tetap dijalani sebagai bagian aktualisasi diri sekaligus menekuni “passion” yang sudah dibangun puluhan tahun. Setidaknya saya memperoleh 9 (sembilan) pelajaran hidup yang sangat penting, yaitu:
- Tidak ada yang menjamin selain diri sendiri. Self employee “memaksa” kita lebih cepat paham bahwa tidak ada gaji bulanan pasti, tidak ada HR yang melindungi, dan tidak ada pensiun otomatis. Maka tanggung jawab hidup ada pada diri sendiri, tidak sepenuhnya diserahkan ke sistem.
- Tidak ada yang aman soal pekerjaan. Dunia kerja itu rapuh, akibat politik kantor atau cara pandang yang berbeda. Maka kompetensi menjadi bagian penting yang harus dilatih selama bekerja agar siap saat harus self employee, yang kadang hari ini ada kerjaan besok belum tentua ada. Self employee tidak bergantung pada atasan atau kantor tapi pada diri sendiri.
- Disiplin lebih penting daripada penghasilan. Self employee yang bertahan bukan yang paling besar omzetnya, tapi yang punya kebiasaan disiplin dan menyisihkan uang. Bernai menunda konsumsi dan tetap konsisten. Ternyata kedisiplinan kecil lebih kuat daripada penghasilan besar yang tidak teratur.
- Risiko ada pada diri sendiri, bukan atasan atau kantor. Self employee tidak ada yang memaksa bangun pagi. Tidak ada yang menegur kalau malas. Kalau hari ini tidak disiplin, risikonya bukan pada atasan atau kantor tapi pada diri sendiri. Hati-hati, risiko selalu melekat pada self employee,
- Jaringan dan reputasi alat penting bekerja untuk diri sendiri. Sebab self employee hidup dari relasi, reputasi, dan kepercayaan. Tanpa itu sulit bisa bertahan. Peluang self employee sangat bergantung pada relasi, bukan pada promosi. Bertindak profesional menjadi kata kuncinya.
- Kerja keras saja tidak cukup. Banyak self employee bekerja lebih keras daripada karyawan, tapi tetap rentan. Karena itu, rencana yang jitu dan disiplin jadi variabel penting. Self employee poin-nya pada “self-manage” bukan di-manage oleh atasan atau kantor.
- Sadari fleksibilitas itu seperti “pedang bermata dua”. Kebebasan waktu dan cara kerja itu nikmat, tapi bila tanpa batas jadi mudah lengah. Tanpa rencana jadi mudah habis. Karenanya, kebebasan yang dimiliki self employee butuh struktur agar tidak menjadi jebakan.
- Masa depan datang tanpa pemberitahuan. Karena self employee paling cepat merasakan sakit = tidak ada pemasukan, sepi order = langsung terasa, dan usia bertambah = tenaga menurun. Masa depan tetap tidak terduga, tidak pernah menunggu kesiapan kita.
- Menabung sendiri itu berat. Beda dengan karyawan yang punya gaji bulanan, self employee harus mampu menabung dengan konsisten. Bila tidak maka akan ngos-ngosan dan cepat habis. Harus bijak mengatur keuangannya sendiri.
Jadi, self employee itu mengajarkan bahwa kemandirian sejati bukan berarti sendirian, melainkan tahu kapan harus berjalan kapan berhenti asal tetap menjaga relasi dan bersikap profesional. Dan ini penting untuk para pekerja di mana pun. Dari bekerja di kantor jadi bekerja untuk diri sendiri pasti bingung pasti takut. Tapi itu semua menjadi bagian dari proses untuk bertumbuh dan mampu menjadi “survivor” untuk diri sendiri, bukan untuk kantor atau atasan. Memang self employee jauh dari nyaman tapi mampu jadi opsi mengembgangkan passion dan potensi terbaik yang kita miliki.
Tentu, self employee bukan hal yang harus ditakuti. Tapi menjadi “kawah” yang membentuk kita untuk tetap profesional tanpa perlu diawasi. Bekerja untuk diri sendiri, bukan untuk atasan atau kantor. Dan jangan lupa, siapkan masa pensiun!
